THE SPIRIT OF INDONESIA : PERGELARAN SENI BUDAYA INDONESIA
Sepanggung MUS MULYADI, DEWI YULL & TTM
Gedung Sasono Langen Budoyo TMII Jakarta, Jumat 29 April 2011
Keroncong Tak Pernah Mati! Jika bersepakat dengan kalimat tadi, setidaknya pajangan seratusan foto pada album ini menjadi bukti-nya. Betapa Mus Mulyadi di masa tuanya masih mampu memukau penggemarnya dengan gaya khas Suroboyo-anya. Tak hanya itu, ia pula masih prima melantunkan lebih dari tiga lagu sekaligus dan mendapat sambutan sangat sangat meriah dari penonton.
Belum lagi penjiwaan total yang membuat terpana penikmat music, ketika Dewi Yull mengemas apik lagu andalannya “Jangan Ada Dusta Diantara Kita” dan, “Dealova” yang menurutnya terlalu agung untuk menjadi sebuah ilustrasi film ‘percintaan dua insan manusia’. Dewi Yull artis kelahiran Cirebon itu berpendapat, lagu itu seharusnya penggambaran kecintaan ummat manusia kepada Tuhan-nya.
Pula yang punya gawe, TTM (Tuty Maryati, Tety Supangat & Mamiek Prasitoresmi), mampu membuat benang merah sebuah regenerasi dunia tarik suara jalur music keroncong. Dari pergelaran kerja bareng dengan Persatuan Kaum Ibu Kebayoran (PEKIK) itu, seakan menjadi penanda bahwa di Jakarta estafet perkeroncongan tengah berlangsung kepada generasi yang lebih muda. Tak hanya keroncong asli, beragam lagu daerah nusantara, lagu kekinian juga dipajang untuk proses legitimasi itu.
Kursi penonton memang tidak seratus persen terisi. Tapi bila melihat tingkat kepuasan penonton, pasti sudah tergambarkan sejak awal. Penonton diajak berkeliling nusantara dengan medium lagu demi lagu. Bali, Melayu, Deli, Jawa dll. Sebuah upaya yang pantas diacungi jempol.
Bila pergelaran dalam rangka HUT ke 60 PEKIK itu disepakati sebagai sebuah proses pembelajaran bagi pegiat keroncong, jangan pernah berhenti untuk membuat pergelaran demi pergelaran sebagai tolok ukur “tidak pernah keroncong mati”. Tak hanya memajang keroncong, menyandingkannya dengan peragaan batik, tenun atau apapun yang menjadi warna Indonesia, adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan. Tari tarian, juga tidak haram dipertontonkan. Besar kecilnya pertunjukan, tidak menjadi sebuah patokan. Yang utama adalah, tak pernah henti keroncong berkibar.
“The Spirit Of Indonesia”, sudah sepantasnya diwujudkan oleh keroncong tanpa henti, apalagi bila mendapat perhatian media. Agar masyarakat ‘diluar’ gedung pertunjukan mengetahui bahwa keroncong memang milik Indonesia!
[partho BW]
Memang realis, menekankan tidak ada kawan dan lawan yang abadi, tapi apakah kita sudah tidak peduli lagi dengan kehidupan bangsa ini .
Masakan tidak, akhiratlah yang kekal abadi tiada penghujungnya, tetapi dunia yang hina dina ini sementara je.