OLEH OLEH DARI PESTA KERONCONG JOHOR 2011
Pesta Keroncong Johor 2011
Perhelatan keroncong di Johor tanggal 26-29 Mei 2011 ini memang benar-benar `pesta’ keroncong. Bayangkan ada sekitar 18 perkumpulan keroncong dari berbagai kota dan negara, ada sekitar 200 insan keroncong mengikuti ‘pesta’ ini. Penyelenggara acara ini adalah Yayasan Warisan Johor, sebuah yayasan milik kerajaan Johor.
Dari Indonesia hadir Tirto Lawu dari Karanganyar Solo, Congrock 17 dari Semarang dan Grup Harmony Chinese Music (Harmoni) dari Bandung .
Saya tidak tahu apakah semua peserta ditempatkan di hotel, yang jelas Congrock 17, Tirtolawu, Harmoni dan beberapa kelompok keroncong tuan rumah di hotel yang sama, yaitu New York .
Saya, Mas Parto dan Pak Edi Kuntoro (yang mengundang kita) berada di hotel yang sama, dengan kamar yang lumayan luas dan lega.
Tiap perkumpulan keroncong disediakan seorang `penghubung’ atau Liason Officer (LO) dari Yayasan Warisan Johor yang selalu membantu dan menemani perkumpulan keroncong yang menjadi tanggung jawabnya. Pengangkutan ke tempat pentas dan hotel disediakan mini bus dan bus besar yang lumayan bagus, ada yang dari Universitas, ada yang dari Yayasan Warisan Johor, ada pula dari Dinas Pemadam Kebakaran & Keselamatan (Resque), serta bus lainnya.
Makanan juga relatif bagus dan lebih sering makan prasmanan dibanding makan nasi dus. Pada malam Minggu 28 Mei 2011, saya mengikuti Congrock 17 manggung di area parkir Mall Angsana yang lumayan jauh dari hotel (hari sebelumnya saya naik taksi ke sana dan membayar 13 RM atau sekitar 35 ribu rupiah).
Di area parkir ini dipasang tenda besar dan tinggi yang bisa menampung lebih dari 100 orang dan di dalamnya dipasang banyak meja bundar yang masing-masing bisa ditempati sekitar 8 orang, di luar tenda besar juga masih banyak dipasang meja-meja bundar lainnya. Meja-meja ini disiapkan untuk para pejabat di sana , media, kelompok penggemar motor dan penonton lainnya. Sebelum dan selama manggung, di acara yang juga dihadiri oleh Menteri Besar (Gubernur) Johor ini, disediakan makan malam gratis untuk semua pengunjung! Tentunya dengan berbagai menu sepesial, seperti kambing guling, nasi beryani (nasi kuning) dengan lauk berbagai masakan ayam dan kambing, ada pula sate ayam, sapi dan kambing dengan nasi dan lontong, tak ketinggalan pecel juga ada, sementara minuman disediakan kopi & teh panas, serta teh dan berbagai sirup dingin. Mohon maaf, saya sengaja bercerita soal makanan ini supaya anda yakin dengan pernyataan saya, bahwa ini memang benar-benar `pesta’!
Pesta ini digelar di 6 tempat berbeda yang jaraknya lumayan jauh (tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki) dan jauh sekali, plus satu tempat istimewa di Stadium Majlis Bandaraya Johor Bahru pada acara puncak (gala). Enam tempat tersebut adalah IOI Mall Kulai Jaya, Muzium Tokoh, Angsana Mall, JB Nite Bazzar, Legaran Segget (JB = sebutan untuk Johor Bahru) dan Kompleks Pasir Gudang.
Di JB Nite Bazzar, Legaran Segget, kadang ada 2 panggung dengan jarak 100 meter, ini yang mengganggu kami karena bingung mau menonton yang mana, termasuk saat Congrock 17 manggung di panggung B, saat itu Keroncong Harmoni manggung di panggung A. Jadilah saya hanya menonton Harmoni dan kebagian 1 lagu saja, karena sebelumnya menonton Congrock 17 yang juga tampil prima dan memukau.
Sabtu sore ada beberapa panggung dan saya memilih ke Kompleks Pasir Gudang. Nah, Kompleks Pasir Gudang ini ada di kota lain, ibaratnya kalau dari Bandung ya Purwakarta begitu, lumayan jauh dan saya ke sana dari hotel dengan taksi (karena ketinggalan bus), serta membayar ongkos 40 RM atau sekitar Rp 110.000,-
Hari Sabtu malam, ada 3 panggung sekaligus, di JB Nite Bazzar, Legaran Segget (Tirto Lawu dan beberapa kumpulan manggung di sana ), Angsana Mall (Congrock 17 di sana , show sendirian) dan di Muzium Tokoh (Harmoni dan beberapa kumpulan manggung di sana ). Saya sendiri sampai bingung mau ke mana? Akhirnya memilih mengikuti Congrock 17 ke Mall Angsana, tapi pulangnya masih bisa mampir ke JB Nite Bazzar menyaksikan dua perkumpulan keroncong dari Malaysia, sebelum akhirnya pulang, karena memang sudah capek dan mengantuk, saat itu sudah sekitar jam 12 malam. Padahal masih ada yang mau tampil di panggung ini. Penampilan Harmoni di Muzium Tokoh tidak bisa saya tengok.
Dengan penampilan di berbagai tempat ini, tidak mengurangi kualitas sound system. Ini yang sungguh saya kagumi, sound system begitu bagus di semua tempat. Apalagi yang di Stadium Majlis Bandaraya Johor Bahru, benar-benar canggih dengan beberapa mixer digital kualitas prima, sehingga penampilan para peserta, suara alat musik dan penyanyi bisa `lebih baik dari warna aslinya’, tak heran Mas Andry dari Harmoni Bandung yang hadir di sana berkomentar soal sound system ini :”Uedan tenann ….”.
Pertunjukan GALA yang merupakan puncak acara diselenggarakan di Stadium Majlis Bandaraya Johor Bahru. Di situ beberapa OK terbaik manggung bergantian, antara lain Tirto Lawu, Congrock 17 dan Harmoni dari Indonesia, Temasek dari Singapura dan Warisan Johor dari Malaysia yang mengiringi artis papan atas Malaysia. Sementara gabungan perkumpulan keroncong dari Malaysia menyajikan `jam session’ yang menurut saya luar biasa, sebab pada penampilan ini ada 5 bass dibetot bersama, dan tentunya ada sekelompok celo, cak, cuk, gitar, flute, keyboard dan biola dibunyikan berbarengan. Sungguh performance yang luar biasa. Saya di milis pernah melontarkan konsep ini dan belum mendapat tanggapan serius, eh ternyata Johor sudah mendahului mempraktekannya.
Pesta yang megah, elok dan berkualitas seperti ini, saya yakin memakan biaya yang besar. Kalau Solo Keroncong Festival (SKF) tahun 2007 yang juga megah itu menelan biaya sebesar 1 M, saya yakin pesta ini biayanya jauh lebih besar. Mampukah kita menyelenggarakan yang lebih baik? Pertanyaan yang tidak mudah menjawabnya, tapi alangkah indahnya kalau kita bisa menjawabnya, tentunya dengan jawaban yang positip.
Alat Musik, Gaya Permainan dan Gaya Pertunjukan
Seperti kita ketahui, alat musik keroncong standar terdiri dari 7 alat, yaitu cak, cuk, gitar, celo, bas, flute dan biola. Dalam perhelatan keroncong di Johor ini, banyak yang tidak standar, baik kekurangan alat atau malah sebaliknya kelebihan alat, tentunya dibanding alat standar yang 7 buah itu.
Ada beberapa grup yang menggunakan keyboard, ada yang sebagai pengganti flute (biola sudah ada), pengganti biola (flute sudah ada) atau pengganti keduanya (tidak ada pemain flute dan biola). Betapapun terlihat bahwa kekurangan pemain biola atau flute bukan menjadi penghalang bermain keroncong.
Ada pula grup-grup yang menggunakan instrument tambahan, seperti keyboard, saxophone, terompet, marakas sampai drum. Khusus untuk Grup Harmony Chinese Music dari Bandung banyak menggunakan instrument khas dari Cina.
Dalam memainkan alat musik, ada yang `standar’ saja, ada pula yang dengan aransemen yang rumit. Keyboard ada yang dimainkan terus menerus (sehingga agak terkesan berlebihan), ada pula yang hanya sebagai melodi atau pengisi `ruang kosong’ di lagu.
Sebagian grup dari Malaysia masih bermain standar dan penyanyinyapun masih `malu-malu’, sehingga penampilan belum maksimal. Namun, beberapa grup tampil dengan aransemen yang rumit, dengan instrumen yang lebih dari sekedar 7 alat standar, serta penyanyi papan atas di sana yang tampil dengan power, teknik dan gaya menyanyi yang bagus dan tampil sangat memukau. Kolaborasi beberapa perkumpulan dengan memainkan secara bersamaan beberapa : bas, celo, gitar, cak, cuk, flute, biola dan alat-alat lainnya, memberikan sensasi yang luar biasa.
Satu perkumpulan dari Singapura yang saya amati Grup Temasek, membawa alat berupa cuk (pemain cak dan biola belum datang), gitar, flute, celo, bas dan keyboard yang difungsikan sebagai piano dan kadang marimba. Sekalipun kekurangan pemain, mereka bermain dengan sangat rapi dan cantik. Suara piano kadang mengisi lagu dan kadang menjadi melodi saat interlude. Acapkali aransemen mereka terasa `ngejes’ dengan variasi bunyi flute dan piano, sangat enak dinikmati.
Pemainnya juga unik, karena ada yang muda dan ada pula yang tua, bahkan pemain celo sudah berumur 85 tahun! Hebatnya pemain cuk dan flute (usia 65 tahun) posisinya berdiri dan sambil bernyanyi, baik sebagai solois, duet maupun bertrio dengan penyanyi. Sungguh penampilan yang sangat elok !
Penampilan Tirto Lawu dari Karanganyar Jawa Tengah, menampilkan aransemen yang `rancak’, penuh dengan break-break, `chord miring’, perpindahan irama dan tempo, serta didukung oleh penyanyi yang bersuara dan paduan suara bagus, sehingga menjadikan penampilannya sangat dinamis dan menawan.
Harmoni Bandung membawa alat musik khas Cina yang terdiri dari yangqin (semacam kecapi dengan senar besar dan memainkannya dengan cara dipukul dengan pemukul sebesar lidi), ershu (semacam rebab sebagai pengganti biola), guzheng (semacam kecapi), daruan (semacam gitar besar, pengganti bas), zhongruan (seperti gitar agak besar), liuqin (semacam gitar kecil, besarnya antara gitar biasa dengan cak), sedangkan alat khas keroncong terdiri dari flute, cak, cuk dan gitar.
Dengan instrumen seperti ini, maka kelompok ini sangat menarik simpati pengunjung, karena dibarengi dengan permainan yang kompak dan apik. Apalagi mereka menampilkan lagu-lagu berbahasa Indonesia , Belanda, Inggris dan tentunya bahasa Cina, sehingga nampak lengkap sajiannya.
Kelompok Cong Rock 17 dari Semarang, mengusung alat berupa gitar, celo, bas elektrik (untuk kepraktisan di pengangkutan), cak, cuk, biola, saxophone, terompet, marakas, electric drum (bentuknya kotak seperti nampan besar saja), serta keyboard yang difungsikan untuk berbagai bunyi. Dengan komposisi instrumen seperti ini, jelas mereka bisa tampil `menggelegar’, khususnya adanya kombinasi sax, terompet, keyboard, electric bas dan electric drum. Maka tepatlah orang menyebut mereka sebagai Cong Rock, sebutan yang kemudian diterima oleh kelompok yang berumur 28 tahun ini sebagai nama kelompoknya.
Perkumpulan ini selain memainkan aransemen yang menggebrak, banyak break dan perpindahan achord, perpindahan irama (misalnya dari rock, jazz, dangdut, langgam Jawa, dsb), juga menampilkan 4 penyanyi (3 pria dan 1 wanita) dengan suara bagus, teknik prima, power besar, serta paduan suara yang sangat baik. Apalagi lagu dan irama yang ditampilkan sangat bervariasi, dari lagu Batak, Minang, Melayu, Dangdut, pop Indonesia dan pop barat, sampai langgam Jawa dengan style sangat `nJawani’. Tak heran penampilan mereka sangat memukau penonton, di berbagai panggung. Selain itu para penyanyi saling bertukar-tukar posisi, bergantian menyanyi, berduet, bertrio dan berkwartet, berjoget dan mengajak penonton menyanyi, sehingga selain memukau, juga sangat tidak membosankan.
Wd – Mei 2011
Persoalannya memang tidak sederhana. Kenapa? Di Surabaya ini ada ratusan, bahkan ribuan, guru musik klasik–apalagi pop dan dangdut yang tidak perlu guru–sementara guru keroncong sangat-sangat sedikit. Padahal, orkes keroncong itu harus ada sedikitnya tujuh macam alat musik seperti flute, biola, cak, cuk, cello, gitar, bas. Teknik vokal keroncong yang pakai cengkok khas–dan ini lebih mudah dikuasai orang Jawa ketimbang luar Jawa seperti Flores atau Batak–pun tidak mudah diajarkan. Tapi pada bulan Januari tahun ini Santa Maria berani mengadakan lomba paduan suara keroncong tingkat nasional untuk siswa SMP. Tidak hanya itu, pada hari yang sama, lomba paduan suara keroncong tingkat SD se-Jawa Timur pun sukses digelar. Keberanian melakukan terobosan dalam upaya edukasi budaya, utamanya musik keroncong, dengan mengabaikan batas-batas geografis dan melibatkan anak-anak sejak usia yang sangat belia seperti yang dilakukan oleh Santa Maria ini sangat layak diapresiasi. Geliat keroncong yang demikian besar di SMP Santa Maria Surabaya tak dapat dilepaskan dari kepedulian Sr Windhi yang begitu mendalam, sebagai Kepala Sekolahnya.
pasti seru deeeh pesta nya