Pendidikan dan Kebangkitan Keroncong

Cak Cuk edisi 13

Cara kita memandang, menentukan cara kita menanggapinya. Demikian dinyatakan oleh seorang bijak dalam bukunya.

Sudut pandang kita terhadap Negara, sudut pandang kita terhadap masyarakat akan menentukan sikap-sikap kita selanjutnya terhadap persoalan yang muncul. Ketika Negara dipandang sebagai asset ekonomi, maka pengelola Negara akan menjadikan seluruh potensi yang ada sebagai asset ekonomi semata-mata yang sifatnya sesaat. Ketika Masyarakat dipandang sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan, maka pengelola Negara akan menjadikan masyarakat atau warganegaranya sebagai bagian dari mesin industry yang jika tidak berfungsi bisa segera dibuang.

Berbicara tentang Negara dan Bangsa tidak bisa dilepaskan dari upaya membangun sudut pandang tersebut. Seperti dinyatakan oleh Menteri Pendidikan, bahwa “Anak Bangsa ini Harus Diisi Mental Kebangsaan” menyikapi menurunnya sikap nasionalisme yang terjadi di Indonesia sebagai gejala lemahnya pemahaman prinsip-prinsip dasar bernegara. Namun demikian, sebagai bangsa dan sebagai Negara kita tidak boleh larut dalam kondisi terpuruk dan terdegradasi.

Momentum kebangkitan 20 Mei seharusnya menjadi titik tolak bagi kebangkitan baru Indonesia.

Pendidikan : akar kebangkitan keroncong

Setiap pohon dikenal dari buahnya. Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Demikian halnya dengan pendidikan. Pendidikan yang baik tentunya akan menghasilkan lulusan atau manusia yang baik, dan pendidikan yang buruk tidak akan menghasilkan manusia yang baik.

Bagaimana dengan keroncong? Banyak orang menyesalkan mengapa keroncong tidak pernah bangkit dan cenderung berhenti jalan di tempat. Namun, bisa kita lihat, berapa jumlah pelatihan music yeng mengajarkan keroncong? berapa sekolah yang menjadikan keroncong sebagai salah satu materi pelajarannya? Dan berapa orang pegiat keroncong yang mau berbagi ilmunya berkeroncong?

Pertanyaan demi pertanyaan gugatan akan terus mengalir.

Di saat gugatan tiada terjawab, setahun lalu Indonesia disentakkan dengan meninggalnya sang maestro keroncong, Gesang. Tepat di hari Kebangkitan Nasional. Momentum Kebangkitan Nasional seolah dijadikan oleh Gesang sebagai gugatannya bagi pegiat keroncong nasional. Bahwa, Gesang butuh kawan, Gesang butuh karya-karya baru yang bisa menemani lagu-lagu ciptaannya.

Sepeninggal Andjar Any, Kelly Puspito dan Gesang, lagu-lagu keroncong baru praktis terhenti. Dan situasi ini akan berlanjut jika tidak ada penyikapan baru, tidak ada sudut pandang baru terhadap music keroncong.

Generasi muda dengan basis music keroncong telah dirintis, entah melalui Klanthink sang juara Indonesia Mencari Bakat 2010, Liwet (keduanya dari Surabaya), lalu ada Iblis daro Solo, Rinonce (Jogjakarta), Batavia Mood dan Mardijkers Junior (Jakarta), dan mungkin masih banyak lagi kelompok music keroncong yang ada namun tidak terpublikasikan.

Gairah Baru Keroncong

Geliat music keroncong melalui generasi muda saat ini sudah dimulai. Hal ini dimulai dari persoalan yang sama yakni generasi muda bermain keroncong membutuhkan suasana, membutuhkan komunitas yang bisa saling meneguhkan. Dan pada titik tertentu music keroncong bisa menjadi vocation yang akan menuntun pada kebangkitan baru. Kebangkitan Keroncong dan juga Kebangkitan Indonesia.

Please follow and like us:

tjroeng

Tjroeng Admin

3 thoughts on “Pendidikan dan Kebangkitan Keroncong

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial