Gebyar Keroncong 2009
Udara sejuk di hari Minggu tgl. 2 Agustus 2009 menyambut kami di kota Batu-Malang, oleh karenanya kami sepakat mematikan AC dan membuka jendela agar ada AB ( angin brobos ) yang segera mengusap wajah kami dengan lembut.
Irama keroncong yang sayup sayup terdengar meyakinkan bahwa arah yang kami ambil menuju Balai Desa Punten Bumiaji Batu tidak salah.
Panggung kembar yang dibangun di lapangan bola belakang balai desa meyakinkan bahwa perhelatan ini dikemas dengan serius dan tidak main main. Tidak kurang dari 43 group keroncong unjuk kebolehan dihadapan 3 orang juri yang dengan sangat tenang mengevaluasi dan menilai kemampuan para peserta.
Peserta membawakan 4 buah lagu sehingga total waktu yang dibutuhkan kurang lebih 25 menit tiap group, hal itu pula yang diantisipasi oleh panitia penyelenggara, jumlah peserta cukup banyak sehingga dibangun 2 panggung kembar seperti terlihat dalam foto, sehingga group yang akan tampil berikutnya sudah menyiapkan diri sejak group sebelumnya unjuk kebolehan.
Gebyar keroncong ini diselenggarakan oleh Dinas pariwisata dan kebudayaan kota Batu. Bpk. Soewignyo kabid kebudayaan dinas Pariwisata Kota Batu bahwa acara ini digelar dalam rangka ulang tahun kota Batu yang ke 8 dan sekaligus mencanangkan kota Batu sebagai kota pariwisata dan basis keroncong di Jawa Timur. Dalam hal teknis lomba dinas Pariwisata bekerjasama dengan PAMORI dan di laksanakan oleh Even Organizer Quattro Media.
Kegiatan ini didahului Musyawarah Wilayah PAMORI Jawa Timur dan Sarasehan, dalam muswil ini terpilih ketua PAMORI periode th. 2009-2012 adalah Bpk. Edy dan wakil Bpk. Bambang.
Sarasehan yang bertemakan ‘Eksistensi Musik Keroncong sebagai Warisan budaya Indonesia seiring perkembangan jaman’ dengan pembicara :
- Ibu Waldjinah ( Solo )
- Bpk Musafir Isfanhari ( Surabaya )
- Bpk. Edy ( Ketua PAMORI Terpilih )
Lomba ini selain sebagai upaya menjaga eksistensi keroncong, tentunya juga untuk meningkatkan kembali semangat bermusik bagi para seniman keroncong terutama generasi muda nya
Hasil lomba sbb :
Juara 1 : adalah OK Solo Manise ( Solo ) menerima piala bergilir walikota Batu, Tropy Juara 1, Piagam penghargaan dan uang pembinaan sebesar Rp. 3.500.000,-
Juara 2 : adalah OK Tengkorak Hitam ( Surabaya ) menerima Tropy Juara 2, Piagam penghargaan dan uang pembinaan sebesar Rp. 2.500.000,-
Juara 3 : adalah OK Esha Karsa Nada ( Malang ) menerima Tropy Juara 3, Piagam penghargaan dan uang pembinaan sebesar Rp. 1.500.000,-
Juara Harapan 1 : adalah OK Pamori Jember ( Jember ) menerima Tropy Juara harapan 1, dan uang pembinaan sebesar Rp. 1.000.000,-
Juara Harapan 2 : adalah OK Gema Irama Nusantara ( Malang ) menerima Tropy Juara harapan 2, dan uang pembinaan sebesar Rp. 750.000,-
Juara Harapan 3 : adalah OK Passiri Indie ( Solo ) menerima Tropy Juara harapan 3, dan uang pembinaan sebesar Rp. 500.000,-
Juara Favorit ( Peserta termuda ) : adalah pelajar SLTP, OK MTS Model ( Trenggalek ) menerima Tropy, dan piagam penghargaan
Ada beberapa hal yang menarik atas pelaksanaan acara ini, yang pertama bagaimana panitia mengatur peserta untuk tampil ( karena jumlah peserta cukup banyak ) maka dibuatlah panggung kembar di tanah lapang ( lapangan sepak bola ) ini membuktikan bahwa keroncong yang selalu dianggap musik kamar bisa dimainkan pula di luar.
Kedua, Panggung atau lokasi lomba ditempatkan di lapangan dekat dengan pemukiman penduduk, ini dapat pula dipakai sebagai tolok ukur seberapa kepedulian masyarakat terhadap musik keroncong. Karena kepedulian tersebut dapat dibuktikan bahwa musik keroncong manjadi bagian yang tak terpisahkan pula dalam tatanan kehidupan budaya masyarakat Indonesia.
Ketiga, Dikarenakan jumlah peserta lomba, waktu pelaksanaan lomba menjadi 3 hari termasuk sarasehan, sehubungan hal tersebut panitia menyediakan akomodasi peserta. Peserta disediakan penginapan di rumah penduduk, untuk tiap group ( 10-15 orang ) disiapkan 1 rumah tanpa dikenakan biaya alias gratis.
Uniknya saat para peserta tersebut latihan menjelang lomba, banyak penduduk yang berdatangan dan bergabung bahkan ikut bernyanyi atau request lagu … bukankah ini tanpa sengaja merupakan proses yang sangat pas untuk mengenalkan keroncong pada masyarakat, tak kenal maka tak saying.
Keempat, ada sebuah ‘mimpi’ dari pak Edy ketua PAMORI terpilih yang disampaikan kepada Tjroeng yaitu ‘suatu saat nanti saya akan mengadakan lomba keroncong dengan ketentuan : peserta yang ikut harus membawa group yunior binaannya dimana yang dilombakan adalah para yunior atau anak didiknya sedangkan pembinanya atau group seniornya mendampingi tampil hanya sebagai parade musik keroncong … semoga impian ini terlaksana, bukankah dengan demikian pewarisan budaya ini dapat berjalan secara alamiah.
Kelima, panitia penyelenggara bekerjasama dengan tempat wisata Selecta, dan bagi para peserta gebyar keroncong diberikan diskon 50% apabila mengunjungi tempat wisata tersebut dengan cara menunjukkan kartu peserta.
Masyarakat disekitar lokasi festival diperkenankan membuka bazaar makanan dan buah buahan khas kota Batu, jadilah acara ini sebagai ajang promosi kota Batu sebagai sentra wisata Jawa Timur dan diharapkan pula sebagai sentra perkembangan keroncong di Jawa Timur.
Untuk itu bpk Soewignya wakil Kepala Dinas Pariwisata kota Batu menawarkan kepada tjroeng apabila ingin menyelenggarakan even keroncong, kota Batu siap membantu memfasilitasi dalam scala Propinsi maupun Nasional.
Tjroeng mendapatkan banyak sekali oleh oleh tentang bagaimana liku liku pembinaan keroncong di daerah, salah satunya cerita dari Situbondo, tentang sekumpulan pemuda yang telah menggantikan roti kalung dengan Cak, rantai dengan Cuk dan pisau dengan Cello, dan senjata yang biasa dibuat tawuran digantikan dengan flute, bas, gitar dan biola, bukankah ini bukti pula bahwa alunan musik keroncong dapat pula merubah perilaku seseorang ?
( P. Moen )