Bandar Informasi Edisi 05

International Keroncong Festival

Surakarta ( Solo ), Kota Solo pada Tanggal 4-6 Desember 2008 akan menjadi salah satu tonggak sejarah keroncong, karena di sana akan diselenggarakan International Keroncong Festival (IKF).  Sedianya, acara akan di gelar pada Tanggal 5 Oktober 2008 silan. “Pengunduran jadual acara IKF lebih banyak dikarenakan persoalan teknis, karena hingga seminggu sebelum penyelenggaraan IKF, hanya 4 (empat) kelompok yang berasal dari luar Kota Solo yang mendaftarkan diri sebagai peserta IKF,”  papar Ir. Pedhet Wijaya sang Ketua Panitia saat ditemui oleh Tjroeng.

Rencananya, pagelaran ini akan mengorkestrasi dan mengaransemen lagu lagu milik Gutawa, Afgan, Melly Goeslaw, Titi DJ, dikolaborasikan dengan musik keroncong dibawah arahan Didik SSS. Tidak kurang 15 Group Keroncong daerah dan 1 Group Keroncong dari Malaysia akan memeriahkan acara ini. International Keroncong Festival sendiri diharapkan menjadi salah satu ujung tombak untuk menggeliatkan musik keroncong di Indonesia. Sehingga musik keroncong tidak terjebak dalam memainkan lagu-lagu lama semata, tetapi sungguh hidup dan kreatif. Mari kita berbondong ke Kota Solo pada Tanggal 4-6 Desember 2008, demi menyemarakan event bertujuan menghidupkan dan mengembangkan Musik Keroncong.
(moen & mboets)

Pojok Pamor RRI Surakarta

Rindu keroncong? Pojok Pamor obatnya. Begitulah, jika insan keroncong Solo rindu komunikasi, sebab Pojok Pamor merupakan acara yang sangat dirindukan oleh komunitas keroncong sebagai ajang komunikasinya. Pojok Pamor sendiri merupakan akronim dari Pojok Paguyuban Monitor Radio khusus keroncong. Istilah Pojok sendiri dikaitkan dengan lokasi di Pojok Gedung Radio republik Indonesia (RRI) Solo, di Jalan Abdurrahman Saleh No. 51, Surakarta.

Pada kesempatan berkunjung di Solo, Tjroeng ditemani Bapak Wartono salah satu pengurus HAMKRI Jawa Tengah bergabung dengan komunitas Keroncong Solo dalam Pojok Pamor ini. Beberapa pendapat menarik dilontarkan dalam diskusi di Pojok Pamor ini. Misalnya Jangkung (57 tahun) yang menjadi salah satu penyelenggara Pojok Pamor yang sekaligus merupakan anggota Orkes Keroncong (OK) Panorama Surakarta.

Pojok Pamor adalah salah satu acara yang dirintis oleh Paguyuban Monitor Radio (Pamor) sedangkan Pojok mengambil tempat penyelenggaraan acara yaitu RRI Solo yang berada di Pojok Jalan Abdul Racman Saleh. Acara ini resmi dibentuk 8 tahun lalu atau tepatnya tanggal 15 Oktober 2000 dengan segala pasang surutnya hingga sekarang rutin mengudara dan dinanti-nantikan oleh komunitas keroncong di Solo tiap minggu pertama dan minggu ketiga tiap bulan selama dua setengah jam, dari pk. 20.30 sampai 23.00,” papar Jangkung dengan serius.

Antusiasme komunitas keroncong terhadap acara Pojok Pamor ini terlihat dari banyaknya diskusi antar pendengar secara interaktif. Fasilitas studio cukup memadai untuk menampung sebagian komunitas keroncong Surakarta untuk bertemu. ”Melalui telpon para pendengar langsung bisa memberikan kritik dan saran, bukankah ini bukti langsung bahwa acara ini sangat menyumbang perkembangan keroncong khususnya di Solo, acara ini adalah salah satu sarana komunikasi para komunitas keroncong di Solo,” lanjutnya

Pojok Pamor sendiri mewadahi sekitar 26 group keroncong yang bergantian tampil dalam acara Pojok Pamor. ”Nah, kalo ada yang kelompok berhalangan tampil, pak Wartono sebagai pengurus HAMKRI Jawa Tengah yang mengaturnya.”

Dalam kesempatan Siaran Pojok Pamor ini, perwakilan Tjroeng dari Bandung dan Surabaya berkesempatan memberikan penjelasan sehubungan dengan kedatangan di Kota Solo. Tujuan utama menonton IKF yang gagal, akhirnya mendapatkan obat yang cukup bisa menyembuhkan.

Mini Satria : Mutiara yang tersembunyi

Dalam kesempatan Pojok Pamor, tampil juga seorang penyanyi yang sangat empuk suaranya. Adalah Mini Satria (53 tahun), perempuan yang telah menyanyi keroncong sejak masih SMP. Sosok Mini Satria sendiri sudah cukup malang melintang di dunia keroncong, Juara Keroncong Nasional pernah ia rebut di tahun 1982. namun dalam perjalanannya, bukan hanya lagu keroncong yang ia nyanyikan, ”Saya juga pernah menyanyi irama ndang ndut, namun ternyata suara saya lebih pas di keroncong, lagi pula lagu lagu keroncong dan langgam mempunyai bawaan ayem dan teduh di hati ,” jelasnya.

Mini Satria sendiri barharap bahwa keroncong semakin di gemari sejajar dengan musik lain, dengan banyaknya penggemar tentunya akan meningkatkan pula tingkat kehidupan para seniman keroncong. Mini Satria tetap setia dalam jalur keroncong di tanah leluhur, dan jauh dari gemerlap kota. Namun tetap saja, Mini Satria adalah salah satu Mutiara Keroncong yang ada di Indonesia.

Sembari menutup pembicaraan, masih terngiang beberapa pengggal lirik yang dilantunkan oleh Mini Satria melalui tembangnya berjudul Seni dan Derita, “ Bila telah datang saatnya, pendekar seni budaya // Membela para seniman, yang hidup penuh derita…” (Moen dan Bambang)

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial