Ariyanta Rusmana: Pendekar Keroncong dari Timur …
“Le, kamu harus bangga menjadi penyanyi/pemusik keroncong!â€
“Karena musik keroncong itu asli milik bangsa kita. Di samping itu, jarang orang yang menyanyikan atau memainkan alat musik keroncong sehingga kalau kamu bisa, maka kamu termasuk orang yang pandai. Orang yang memainkan musik keroncong sekarang ini sudah sepuh-sepuh. Siapa lagi yang akan menggantikan kalau bukan kamu?†begitu wejangan dan harapan yang disampaikan oleh Ibunda tercinta, yang begitu dalam membekas di hati Ariyanta kecil, yang sudah sering diajak latihan keroncong sejak usia 6 tahun. Oleh karena itulah, Ariyanta kemudian tumbuh menjadi seorang pemuda yang menggemari keroncong.
Ariyanta lalu mencoba mengikuti ajang pemilihan Bintang Radio dan Televisi (BRTV) Tingkat Remaja tahun 1987 di RRI Stasiun Mataram, Nusa Tenggara Barat, dan hasilnya mendapat Juara Harapan 1. Keyakinan mulai timbul di dalam diri Ariyanta dan menambah semangatnya untuk serius mengeroncong. “Boleh dibilang, sejak saat itu, saya mulai keranjingan keroncong,†jelas Ariyanta. Peran dan jasa ayah ibu Ariyanta sangat besar dalam hal ini. “Ibu saya yang penyanyi keroncong, Alm Hj Ruliyah, dan ayah saya, Alm H Ahmad, adalah orang-orang yang sangat berjasa membuat saya mencintai keroncong, juga saudara-saudara saya,†lanjutnya kemudian.
Ariyanta, yang menjadi anggota aktif OK Irama Masa Mataram sejak 1986, lalu mulai menekuni keroncong lebih dalam. Tidak hanya bernyanyi dan bermain musik keroncong, ia juga aktif bermain musik dengan irama lain. “Pada saat saya masih mahasiswa, sekitar tahun 1988, selain bermain keroncong, saya juga bergabung dalam sebuah kelompok band. Hampir setiap Sabtu malam kami mengisi acara, ngamen di Hotel bintang 4 di Senggigi. Di waktu yang sama, ada jadwal latihan keroncong OK Irama Masa Mataram yang dimulai jam 8 malam, sedangkan ngamen-nya dimulai jam 7 malam. Pada pimpinan OK Irama Masa, saya minta ijin agar bisa latihan mulai jam 11 malam karena ngamen di Senggigi berakhir pada jam 10 malam,†kenangnya Ariyanta.
Karena seringkali terlihat tergesa-gesa meninggalkan tempat ngamen, salah seorang personil band pernah bertanya kepadanya, “Kenapa terburu-buru? Mau kemana? Istri saja belum punya…†Ariyanta menjawab, “Saya ditunggu teman-teman latihan keroncong di Mataram. Perjalanan dari sini ke Mataram butuh waktu sekitar 30 menit.†Temannya lalu menjawab, “Ahhh… Kenapa kamu berat sekali sama musik keroncong, itu kan punya orang tua. Nanti kamu cepat tua! Orang-orang keroncong itu kan kampungan, kelompok marjina.†Mendengar pernyataan seperti itu, Ariyanta tidak menyahut lagi, marah dan segera meninggalkan tempat. Tetapi setelah Ariyanta merenung, ternyata apa yang dikatakan temannya sebenarnya tidak salah karena memang teman bermain keroncongnya memang sudah sepuh-sepuh, kemudian miskin ilmu musik. “Banyak yang kurang mampu. Tapi, hal itu tidak membuat saya menjadi surut. Justru saya semakin ingin meningkatkan ilmu musik dan segera mengajak musisi ternama di Mataram untuk bergabung di keroncong,†papar Ariyanta sembari tersenyum.
Hari demi hari berlalu, Ariyanta mulai menimba ilmu pada Helmy Anwar, seorang musisi ternama di Mataram, yang kebetulan bisa bermain berbagai alat musik seperti keyboard, piano, flute, sax, clarinet, trompet dan gitar. Ternyata kemudian, Helmy malah berkenan untuk bergabung bersama di OK Irama Masa. “Suatu ketika, saya tunjukkan kepada teman personil band tadi, apakah Helmy Anwar sudah sepuh? (umurnya waktu itu kurang lebih 35 tahun) Atau marjinal? Teman saya malu luar biasa dan mengatakan bahwa saya beruntung bisa main sama Helmy, yang diakui sebagai panutan musisi di Mataram,†papar Ariyanta bangga.
Selain bergabung dengan sebuah orkes keroncong, Ariyanta juga membantu beberapa orkes keroncong lain, bahkan juga melatih OK Korma (Keroncong Mahasiswa) Mataram dan OK Harmony Mataram. Kiprahnya tidak tanggung-tanggung karena ternyata di waktu senggangnya, Ariyanta juga menciptakan lagu keroncong. “Kurang lebih 30 lagu. Salah satunya adalah Kr Hati Lara yang pernah dibawakan pada acara Gebyar Keroncong TVRI Jakarta tanggal 25 Mei 2009. Waktu itu yang menyanyikan Lusiebaya dan diiringi OK Pesona Jiwa-nya Koko Thole,†tambahnya.
Petualangan Ariyanta dalam rangka melestarikan keroncong membuatnya malang melintang di ajang BRTV, baik sebagai peserta, pengiring, maupun sebagai salah satu dewan jurinya. Salah satu ajang keroncong yang paling berkesan baginya adalah ketika mengikuti Festival Nasional Musik Tradisional (Keroncong) Tingkat Nasional pada tanggal 24-28 Oktober 1993 di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Ketika ditanya tentang perkembangan keroncong saat ini, Ariyanta berkata bahwa keroncong saat ini boleh dikatakan hidup segan mati enggan. Ia lalu berkhayal,â€Jika setiap SMA dan Kampus di Indonesia memiliki satu grup keroncong, kita bisa adakan festival keroncong tingkat pelajar dan mahasiswa se-Indonesia.†Parahnya, lanjut Ariyanta, sekarang ini banyak orkes keroncong yang gontok-gontokan gara-gara job. Ada juga musisi atau vokalis keroncong yang apatis, tidak mau tahu kalau disebutkan keroncong itu asalnya dari Portugis atau Amerika atau Malaysia. Padahal hal ini penting: musik keroncong itu asli milik Bangsa Indonesia, tidak bisa ditawar-tawar, tegasnya.
Ketika disinggung soal peningkatan kemampuan bermusik seorang musisi keroncong, Ariyanta menjawab,â€Mungkin karena main keroncong itu sudah pasti (pakem), jadi musisinya tidak mau meningkatkan ilmu musiknya. Padahal, semakin tinggi ilmu musik yang dimilikinya akan semakin baik juga wawasannya.†Hal inilah yang mengakibatkan apresiasi masyarakat terhadap keroncong juga rendah. Jika musisi/vokalisnya berilmu musik terbatas sehingga kemampuannya terbatas, pasti berpengaruh terhadap penampilannya, lanjutnya.â€Apresiasi masyarakat terhadap keroncong akan baik jika disuguhkan dengan elegan, saya yakin itu,†jelasnya meyakinkan.
Dalam mengembangkan dan memajukan musik keroncong, masing-masing harus mengambil bagian dan peran masing-masing. Sebagai contoh, musisi dan vokalis keroncong harus meningkatkan ilmunya untuk dapat dibagikan kepada generasi muda setelah ia mencapai umur tertentu. Kemudian pemerhati/pegiat keroncong yang memiliki kemampuan lebih harus turut berpartisipasi dalam hal donasi anggaran, untuk menunjang kegiatan operasional. Pemerintah mempunyai peran mengadvokasi dan memfasilitasi keroncong untuk dapat meremajakan musik ini, melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan/Pariwisata, untuk dapat memfasilitasi pengenalan orkes keroncong melalui pertunjukan di hotel-hotel maupun tempat hiburan lainnya. Sementara media berfungsi untuk menyebarkan informasi yang luas kepada masyarakat tentang keroncong, seperti yang dilakukan oleh Buletin Tjroeng. Begitu ungkap Ariyanta, memberikan sumbang sarannya dalam hal pelestarian keroncong.
“Penyanyi keroncong idola saya sangat banyak, baik pria maupun wanita, seperti Ismanto, Toto Salmon, Imam Mukri, Soekardi, Sri Widadi, Soendari Soekotjo, Waldjinah, Tuty Maryati dan masih banyak lagi,†jawabnya saat ditanya soal idola. “Mus Mulyadi, Rama Aipama, Bondan Prakosa, Waldjinah, Hetty Koes Endang dan Sundari Soekotjo, adalah seniman-seniman keroncong yang memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan keroncong di Indonesia,†tambahnya.
Kalau soal lagu keroncong yang disukai, Ariyanta menjawab cepat,â€Hampir seluruh lagu keroncong saya sukai, tapi yang paling berkesan adalah Kr Sepercik Nyala Api karya Budiman BJ,†Bunyi syair Kr Sepercik Nyala Api:
Kabut hitam membayangi dihari-hari yang lalu
Berarak diangkasa tiada celah yang cerah gairahpun membeku
Nyala api didalam dada ingin segera menembus gelapnya alam budaya ini
Walaupun hanya sekedar percik api yang tiada berarti
Terbayang kini harapan sepoi  angin meniup melenyapkan gelapnya semesta
Semoga kian membara budaya bangsaku Indonesia
“Lagu ini menggambarkan bahwa Pak Budiman BJ melihat kebelakang bahwa musik keroncong didominasi oleh para sepuh, sehingga kekhawatiran beliau terhadap regenerasi keroncong digambarkan pada kata “kabut hitamâ€. Kemudian, beliau ingin agar keroncong lebih maju dengan apa yang ada pada beliau, untuk lebih meremajakan musik keroncong. Selanjutnya, Pak Budiman juga melihat ada para remaja yang beliau bina dapat memberikan angin sejuk untuk melanjutkan generasi keroncong dengan harapan dapat mempertahankan dan memajukan budaya asli Indonesia, yakni musik keroncong. Pak Budiman adalah tokoh pembarahu keroncong Indonesia,†jelas Ariyanta.
â€Intinya, untuk dapat membaur di kalangan remaja dan anak muda, musik keroncong harus berbenah diri, mulai dari umur penyanyi dan pemainnya yang diremajakan. Peningkatan ilmu bermusik pun harus ditingkatkan agar dapat dijual, sehingga biaya operasionalnya dapat dipenuhi. Itulah kenapa sampai sekarang saya ingin terus meremajakan keroncong di daerah saya,†harapnya menutup pembicaraan dengan Tjroeng. (Totot)
BIODATA:
Nama                       :    ARIYANTA RUSMANA, SE
Nama Panggilan      :    ANTA
Tempat Tgl Lahir    :    PRAYA, 16 JANUARI 1969
Status                      :    MENIKAH
Istri                         :    ANIS SU’UDAH, SP
Anak-anak             :    1. ADHYATMA ANANDA PRATAMA
2. AUFA DWI PUTRANTO
Pekerjaan               :    PNS (Bagian Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Kab Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat)
Sekolah                       :   SDN.   4 PRAYA (1975-1982) di PRAYA
SMPN 2 PRAYA (1982-1985) di PRAYA
SMAN 1 PRAYA (1985-1988) di PRAYA
FAK EKONOMI UNRAM (1988-1994) di MATARAM
“Menulis tentang keroncong pasti memakai kata mendayu, mengalunâ€, demikian komentar seorang teman ketika mengetahui saya sedang mengerjakan tulisan ini. “Mendayu†dan “mengalun†memang tidak bisa dipisahkan dari irama musik keroncong. Tetapi tidak seluruhnya benar. Simaklah Keroncong Adi Luhung, di sela irama mendayu dan mengalun khas musik keroncong, anda akan menemukan hentakan-hentakan irama jazz dengan nada-nada minor sebagai ciri khasnya. Pemainnya sendiri dengan bangga menyebut aliran musiknya adalah “keroncong jazz blues†(aliran apalagi ini…?).
Menemukan gaya dan corak merupakan pilihan sebuah group musik. Sedemikian juga dalam musik keroncong. Bahwa setiap group keroncong pun dituntut untuk secara kreatif dan inovatif menemukan gaya dan coraak setiap group tersebut, meski tetap dalam jalur keroncong. Tujuan awal dari pelatihan yang ingin diberikan pak Isfanhari pada pelaku musik Keroncong adalah memajukan musik keroncong terutama membuka wawasan bermusik para musisinya, jika sudah terbuka silakan anda-anda berkreasi. Karena secara skills musik para pemain keroncong ini sangatlah bagus, namun pengetahuan tentang musik masih kurang. Seperti pada latihan-latihan orang keroncong, sudah menjadi kebiasaan ketika di saat memulai satu lagu, terlontar “main opo? –nada apa?-“ kemudian sang violins menjawab “main satu†–dengan hanya mengacungkan jari telunjuk, yang mengisyaratkan do = G-, kemudian jika dijawab “main dua†–dengan mengacungkan dua jari, yang berarti do = D- untuk nada berikutnya seperti A, Bes, C, F dan seterusnya tidak ada simbolnya. Setelah ditanya “mengapa jika dijawab main satu itu memainkan nada G?, dari mana asalnya?†Karena arti satu bisa ada dua nada, bisa nada G atau juga bisa nada F, jika nada G berarti satu #, kalau satu ? berarti nada F. Contoh kecil seperti itu yang ingin dibuka oleh Musafir Isfanhari pada para musisi Keroncong, pengetahuan tentang ilmu musik khususnya.