Jembatan Merah
(Ciptaan Gesang – Tahun 1943)
Jembatan merah sungguh gagah berpagar gedung indah
Sepanjang hari yang melintasi silih berganti
Mengenang susah hati patah teringat jaman berpisah
Kekasih pergi sehingga kini belum kembali
Biar jembatan merah, seandainya patah
Akupun bersumpah,
Akan kunanti dia di sini bertemu lagi.
Lagu ciptaan Gesang ini lirik dan nadanya terkesan sederhana, namun justru di situ letak kekuatannya. Lirik yang berisi kisah pisah dalam api perjuangan, cerita tentang seorang wanita yang mengantar dan melepas pujaan hatinya ke medan laga, kemudian menunggu dengan penuh kesetiaan, di Jembatan Merah, kota Surabaya. Lagu yang mudah diingat dan mudah melekat di ingatan semua orang yang mendengarnya.
Diciptakan di jaman penjajahan, di era perjuangan, lagu ini sarat dengan nilai perjuangan. Merupakan cuplikan kecil dari lukisan besar sejarah masa lalu, bahwa pada saat itu laki-laki dan perempuan bahu membahu memperjuangkan kemerdekaan. Para pria dengan mudahnya, dengan ringannya, tanpa mengharapkan imbalan dan gaji yang besar, pangkat dan kedudukann yang tinggi, rela berjuang di medan laga. Para wanita jaman itu juga ikut berjuang dengan memanggul senjata, menjadi perawat bagi yang sakit dan terluka, memberikan dukungan logistik berupa makanan dan minuman, serta tak lupa memberikan semangat, doa, serta kesetiaan yang sangat diperlukan dalam berjuang, seperti tercermin di lagu ini.
Ditulis dengan tidak mengikuti pakem keroncong asli, dia tidak pas disebut sebagai lagu langgam, keroncong maupun stambul, lagu ini termasuk lagu ‘bebas’ menurut kriteria penulisan lagu keroncong asli. Namun demikian, ada sisi lain yang justru merupakan kekuatan yang tersembunyi. Lagu yang sangat indah dan enak didengar ini bisa dimainkan hanya dengan dua ‘chord’ saja. Misalnya kita memainkan dengan nada dasar C, makan chord-nya cukup hanya C dan G saja. Jadilah lagu ini lagu yang cantik namun sangat mudah dimainkan. Luar biasa.
Dengan syair yang sederhana, mudah diingat, namun sarat makna, dengan nada-nada yang enak didengar namun mudah dimainkan, menempatkan lagu ini sebagai kado, sebagai catatan sejarah perjuangan bangsa yang jujur, tulus dan abadi. Dengan adanya lagu ini, kini Jembatan Merah dilestarikan, kini tetap berwarna merah, kini menjadi monumen perjuangan, kini menjadi saksi sejarah, khususnya bagi kota Surabaya. Biar jembatan merah, seandainya patah, akupun bersumpah, akan kunanti dia di sini bertemu lagi.
Wd-2010
Mengomentari “Jembatan Merah” ini kutip sebagian komentar saya di Tjroeng Edisi 10, di bawah artikel “Koko Thole: sang peziarah keroncong”:
“…. Kesan senada saya rasakan kembali tadi malam (Jumat malam, 14/1/2011) ketika menonton acara Gebyar Keroncong TVRI yg dipandu oleh Iin Indriani yg cantik itu–maaf. Oleh iringan musik OK Pesona Jiwa pimpinan Koko Thole, lagu2 indah ciptaan Gesang yg dibawakan penyanyi terkenal – termasuk para senior, hadirin yg nampak ceria menikmati acara, serta setting/suasana panggung yg sesuai, maka Gebyar Keroncong tadi malam telah berhasil mempersembahkan an enchanting night, malam penuh pesona kepada pemirsanya. Ketika penyanyi Ratna Listy membawakan lagu Lgm. Jembatan Merah, saya merasa sedang melintasi jembatan bersejarah itu, menyebrangi sebuah nostalgia: andainya patah/aku pun bersumpah/akan kunanti dia di sini/bertemu lagi… Sekian dulu komentar, salam”