Rochani Adi : Ruang Dalam Keroncong

Tenang dan damai.

Begitulah sosok Rochani Adi, seorang pegiat keroncong yang telah malang melintang selama ini. Karya-karya berupa lagu keroncong, Pop Jawa maupun langgam Jawa sudah mencapai 200 lagu. Jumlah yang tidak sedikit karya dalam musikkeroncong yang memang terlalu lambat dalam memunculkan karya-karya baru.
Kemampuan Rochani memnbuat lagu baginya merupakan salah satu karunia yang diberikan Tuhan. Menurutnya, “Sumber ide bisa datang dari mana saja, tetapi yang paling berkesan tentunya berasal dari apa yang kita yakini , dari peristiwa yang kita alami dan rasakan,” sehingga dari sana lah lahir lagu-lagu seperti “Kr. Fajar Indah”. “Magelang Gemilang”, “Prumpung Adiluhung”, “Borobudur Indah”, “Cinta di Borobudur”, “Lgm. Taman Kyai Langgeng” “Prambanan Otera” dan masih banyak yang lainnya. Tema semangat perjuangan diantaranya terdapat dalam lagu “Pahlawan Tak Dikenal”, “Lgm. Kartini, Putri Mayong”, “Kr. Patriot”, “Satria Pertiwi”, lagunya “Kr. Putra Pertiwi”. (1977). Dan satu lagu yang dikirimkan atas nama anaknya, Anang Santjaka, menjadi juara ke-1 dalam Sayembara Penciptaan Lagu Keroncong Tingkat Nasional 1991.

Belajar dari tukang cukur rambut sampai pahlawan tak dikenal

Rochani Adi, selain dikenal sebagai pencipta lagu keroncong, ia juga dikenal sebagai pemain biola yang sangat handal. Kemampuan dalam bermusik, Rochani banyak belajar dari ayahnya yang menjadi seorang tukang cukur di kampungnya.  Kasih Hardjo (ayah dari Rochadi Ani: red) sendiri adalah seorang yang multi talented, di mana selain bekerja sebagai tukang cukur dan pedagang tembakau ternyata ia menjadi pengajar bagi biduan-biduan di kampung  Gatak Santren, Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.

“Saya sering nguping dan ngintip ketika ayah saya melatih biduan kampung nyanyi… ayah saya mengajar memakai notasi angka…” papar Rochadi mengenang masa kecilnya di mana ia banyak belajar dari sosok ayahnya. Dari ayahnya inilah darah seni mengalir dalam tubuh Rochani Adi.  Darah seni yang mengalir tersebut tumbuh dengan subur, sehingga sekitar tahun 1950, pada usia 13 tahun, Rochani muda mendirikan “Tunas Remaja”, sebuah organisasi non politik yang bergerak di bidang olahraga dan seni, di rumah Ali Hardjo orang terkaya waktu itu di Krajan, Gunung Pring. Bermula dari kelompok inilah, Rochani mulai  menciptakan lagu pertamanya: “Derita Ibu”. Sejak saat itu mengalirlah karya-karya ciptaannya.
Perjalanan musik Rochani tidak seluruhnya berangkat dari sebuah group keroncong, namun juga didukung oleh institusi di mana ia bekerja. Atas saran Murni, seorang penyanyi keroncong di tahun 1960-an, Rochani mendaftarkan diri untuk menjadi pegawai Urusan Moril (URIL) Angkatan Darat di Magelang dan pada tahun 1961 diterima bekerja di sana sebagai Tenaga Bulanan Honorer (TBH). Dan di tahun 1963 melalui serangkaian test di  Jogja, Solo dan  Semarang (Kodam VII Diponegoro), Rochani direkrut menjadi anggota Orkes Symfoni Angkatan Darat  (OSAD) sebagai pemain biola.  Kemudian tahun 1964, OSAD yang dipimpin Kapten F.A. Warsono tersebut hijrah ke Jakarta untuk menggarap sebuah proyek garapan “Sendra Wira Lumaksana”, yang merupakan kolaborasi unsur-unsur musik ‘Barat’ dengan musik etnik di antaranya karawitan Jawa dan Sunda.

Rochani pun turut hijrah ke Jakarta. Menurutnya, proyek yang idenya berasal dari Letjen A. Yani tersebut rencananya akan dipentaskan di Monas 1965. Namun akibat  terjadi peristiwa berdarah 30 September 1965 yang menelan korban beberapa orang jenderal salah satu diantaranya adalah Letjen A. Yani. Proyek nyaris berantakan, sebelum akhirnya Presiden Soekarno menegaskan “Idenya Yani biar Soekarno yang meneruskan!”

Kenangan pada Jenderal A. Yani sangat kuat dalam sosok Rochani, sehingga ia sering menyempatkan diri untuk tabur bunga di makam Jenderal A. Yani Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dalam ziarah di Kalibata, Rochani menyempatkan berkeliling ke makam-makam lain, dan sempatterpaku pada sebuah batu nisan bertuliskan “Pahlawan tak dikenal”, peristiwa itu membekas dalam hati dan fikiran Rochani, dan lahirlah sebuah lagu “Kr. Pahlawan Tak Dikenal”. …semoga tenang di sisi Illahi, …biar tak dikenal engkau tetap pahlawan sejati…

Keheningan Ruang Dalam

Rochani Adi“Saya cuma ingin bertemu dengan pak Gesang, pak Andjar Any, Toto Salmon, dan Warsidi,  bukannya ingin diberi penghargaan,” demikian disampaikan Rochani beberapa waktu lalu saat penyerahan lifetime achievement award di Solo. Tidak ada rasa iri dalam dirinya menyaksikan bebarapa kawan karib-nya menerima penghargaan itu. Karena Rochani Adi sendiri tidak peduli dengan penghargaan. Ia lebih peduli pada bagaimana senantiasa menghidupkan keroncong.

“Saya sudah ‘kenyang’ rekaman, itu sudah alhamdulillah” paparnya dan sewaktu ditanya mengenai honor yang diterimanya, ia berkata: “Saya tidak mementingkan materi, dibayar berapapun tidak pernah protes, alhamdulillah, terimakasih.” Bahkan di tahun 1983, Rochani pernah menerima honor sebesar Rp. 15.000,- untuk permainan biolanya dalam satu album rekaman keroncong.

“Waktu itu saya mengerjakan enam buah album, hitung sendiri berapa honor yang saya terima,” Sangat tidak layak untuk kemampuannya yang luar biasa, tetapi beliau  tetap bersyukur “..Alhamdulillah…! Walaupun tidak dapat apa-apa dan saya tidak mengharapkan apa-apa. Saya sudah dibiayai negara, biar sedikit tapi berkah”.
Perjalanan panjang keroncong dalam sosok Rochani Adi  begitu dalam. Namun, permainan biola Rochani tak lagi bisa sebaik dahulu, akibat penyakit hernia yang dideritanya. Tetapi, ia tidak pernah menyesalinya. Ia menyerahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. “Mungkin itu yang terbaik yang dapat saya lakukan melalui permainan biola saya. Saya masih bisa menulis karya cipta lagu, itupun hal yang patut saya syukuri”. Ada sedikit harapan saat beliau berkata: “Siapa tahu setelah operasi minggu depan, tangan saya sembuh dan bisa main biola lagi… hal yang tidak mungkin, tetapi mungkin saja terjadi jika Allah menghendakinya”.

Jiwa keroncong adalah jiwa yang begitu dalam. Begitu Rochani Adi memaknainya. Dari kedalaman tersebut, nilai luhur dan beradab akan tumbuh subur. Jiwa yang menghargai kehidupan, menghargai setiap berkat dari Tuhan. (Imam Djuhari Kamus)
Please follow and like us:

tjroeng

Tjroeng Admin

5 thoughts on “Rochani Adi : Ruang Dalam Keroncong

  • September 16, 2017 at 4:52 pm
    Permalink

    saya jadi kangen simbah saya

  • August 1, 2018 at 2:21 pm
    Permalink

    Keroncong adalah merupakan salah satu musik rakyat Indonesia yang berkembang sejak Abad XIX dibagi dalam 3 masa perkembangan KERONCONG TEMPO DOELOE 1880-1920 KERONCONG ABADI 1920-1960 dan KERONCONG MODERN 1960-sekarang.

  • August 9, 2018 at 12:47 pm
    Permalink

    teruskan content yang bagus ini sangat menarik 🙂
    Kisah yg sangat menarik sekali

  • September 26, 2018 at 10:13 am
    Permalink

    keren banget bapaknya, semangat terus ya pak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial