Menelusuri Jejak Stambul
Stambul I dan Stambul II
Lagu Stambul (Keroncong) membuat penulis jatuh cinta untuk pendengaran pertama. Mengapa? Sepertinya lagunya sederhana, tanpa refrain, tapi kok enak didengar, nyaman di telinga, nyangkut di hati. Kemudian di banyak lagu tertulis Stambul (Stb) II, Stb. II Kecewa, Stb. II Dewa Dewi. Mengapa ada angka II dan belum ketemu angka I, III dst? Itulah mengapa sudah sejak lama penulis ingin mempelajari stambul ini. Judul “Menelusuri Jejak Stambul” juga sudah lama sekali penulis canangkan dan baru kali ini bisa bergerak mewujudkannya.
Berbicara tentang lagu stambul, ternyata meliputi banyak aspek dan tidak bisa selesai sekali tulis, secara singkat. Nah, pada tulisan ini penulis akan lebih fokus pada nama Stambul I dan Stambul II. Mengapa? Karena di beberapa lagu stambul justru lebih sering ketemu judul Stambul II. Sementara stambul I jarang ditemui. Di tulisan mendatang akan dicoba menulis sisi lainnya.
Kalau kita baca di berbagai literatur ada stambul 1, stambul 2, sampai stambul 7. Di buku “De oostenwind waait naar het westen: Indische componisten, Indische composities, 1898-1945” karangan Henk Mak van Dijk yang didapat di internet, di sana ada gambar daftar harga piringan hitam (PH). Yang menarik ada PH bertuliskan “ Tjente manis en Stamboel 9”, ada pula “Krontjong en Stamboel 3”. Itu berarti pada waktu paling tidak ada Stambul 9.
Namun secara eksplisit belum penulis temukan lagu berjudul Stambul I, III, IV dst. Pertanyaannya kemudian adalah apa batasan, atau bahasa mudahnya, bagaimana orang menandai sebuah lagu sebagai stambul I, II, III, dst. Belum ditemukan jawaban yang menggembirakan, apalagi memuaskan.
Yang mengagetkan, begitu membaca referensi, ada dua pendapat yang sangat berbeda. Di Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Keroncong), tertulis bahwa Stambul I itu contohnya lagu Terang Bulan, Potong Padi, Nina Bobo, Sarinande, O Ina Ni Keke, Bolelebo, dll. Struktur bentuk A – B – A – B atau A – B – C – D (16 birama), yang mana A, B, C dan D progresi akord untuk tiap 4 birama sebagai berikut (di penulisan ini dan seterusnya, tiap birama hanya ditulis dengan 2 akord atau – garis untuk menghemat ruang tulis ) :
| I – | – – | – – |V7 – | – – | – – | – – | I – |
| I7- |IV -| -V7 | I – | – – | V7 – | – – | I – |
Sementara Stambul II contohnya lagu : Si Jampang, Jali-Jali, di mana masuk pada Akord IV sebagai ciri Stambul II dengan struktur A – B – A – C (16 birama) :
| I – |- -|- – | IV -|- -|- – |- V7 |I – |
| – – |- -|- – |V7 -|- -| – -| – – |I – |
Di sisi lain, di Tjroeng, Liliek Jascee menulis bahwa Stambul I (lagu bentuk Satu bagian, A-A, terdiri dari 16 birama), progresi akord diulang 2X :
| IV – | IV – |I – |I – |V – | V – | I – | I – |
Untuk Stambul II (lagu bentuk tiga bagian A-B-A-B, terdiri dari 32 birama). Progresi akord :
(|I -|- -)|IV -|IV -|IV -|IVV|I – | IV V |
|I – |I – |V – | V -| V – | V – |I -| IV V |
|I – |I – |IV -|IV -|IV -|IV V|I – |IV V |
|I – |I – | V -| V -| V – | V – |I -| IV V |
Dari kedua pendapat yang berbeda itu dan yang mencolok lagu Si Jampang di pendapat pertama disebut sebagai Stambul I dan di tulisan kedua disebut Stambul II. Hal itu membawa penulis mencoba menelusuri informasi sampai ke masa tahun 1900-an, yang mana lagu Stambul masih sering dipertunjukkan di Opera Komedi Stambul.
Secara singkat, di tahun 1990-an tersebutlah seni pertunjukan bernama komedi stambul, disebut demikian karena komedi ini banyak menyajikan cerita 1001 malam dan cerita berasal dari kota Istambul, di Turki. Dari kata Istambul itu lalu berubah menjadi stambul.
Di komedi stambul ini, di sela-sela adegan atau dialog sering disisipkan musik dan lagu, kebanyakan berbahasa Belanda. Nah, belakangan mulailah ada lagu berbahasa Indonesia. Lagu berbahasa Indonesia itu diiringi dengan musik Indonesia juga, yaitu musik keroncong dengan model saat itu, yaitu model keroncong dari kampung Tugu sekarang. Maka kemudian orang menyebut lagu yang dinyanyikan itu sebagai lagu keroncong (karena musiknya musik keroncong), ada yang menyebut lagu stambul (karena lagu itu adanya di komedi stambul) dan ada yang menyebut keroncong stambul.
Nah, ada satu grup komedi stambul ini yang bernama Komedie Stamboel yang lahir di Surabaya tahun 1891. Komedie Stamboel ini yang paling terkenal dan mengadakan pentas keliling ke berbagai kota, bahkan sampai Malaysia dan Singapura. Pada saat itu khusus untuk musik keroncong dikenallah Stambul I, Stambul II, dan Stambull III.
Salah satu aktor utamanya bernama Auguste Mahieu kerap disebut sebagai pendiri Komedie Stamboel. Sebagai seorang aktor dan musisi yang handal, Mahieu dipercaya menciptakan melodi standard stambul : “Stambul I”, “Stambul II”, dst. (The Komedie Stamboel: Popular Theater in Colonial Indonesia, 1891-1903’ karangan Matthew Isaac Cohen). Seperti apa standar stambul yang dibuatnya? Sayangnya di buku tersebut belum didapat keterangan tentang itu.
Selanjutnya penulis berusaha mendapatkan lagu dengan judul stambul di internet. Ternyata lagu yang sepertinya diciptakan belakangan, misalnya lagu Stb. Terkenang, Stb. Baju Biru, Stb. Jauh di Mata progresi akordnya sama dan liriknya bebas, bukan pantun.
Untuk lagu lama, penulis berusaha mendapatkan lagu yang direkam tahun 1900-an, atau paling tidak diciptakan pada kurun waktu itu.
Sungguh menarik, karena lagu-lagu berjudul stambul ternyata kebanyakan syairnya berupa pantun. Bisa dua, tiga atau empat bait. Kemudian progresi akordnya berbeda-beda. Apalagi lagu yang tidak judulnya tidak dimulai dengan stambul. Selanjutnya penulis fokus pada lagu berjudul Stambul I dan Stambul II.
Nah, ternyata ada sebuah lagu yang sangat fenomenal. Lagu ini lagu yang kita sekarang kita kenal sebagai lagu Stb. Jampang. Lagu ini diciptakan tahun 1916 dengan judul Stambul I (cover kaset “Keroncong Asli 1919, OK Lief Java”, penyanyi Tan Tjeng Bok) dengan notasi sebagai berikut (hanya bagian lagu, sebab nada di intro berbeda dengan bagian untuk lagu ) :
Progresi akord Stambul I (1916) :
|IV -|IV -| I -| I – |V – | V – | I – | I – | 2X
Mengapa fenomenal? Ternyata lagu ini dinyanyikan oleh banyak orang dengan nama lagu dan syair yang berbeda. Ada yang judul lagunya Stambul I (Tan Tjeng Bok), Stambul Dua (Leo Spel), Stambul Dua Saudara (Leo Spel dan Gus Becker).
Di tahun 1970-an lagu ini direkam ulang dan diberi judul Stb. Jampang, dinyanyikan oleh Isnarti Syam dan Suhaeri. Syair di lagu ini mengandung kata Jampang. Bait pertama (16 birama) berbunyi :
Memang Si Jampang jadi jagoan,
kumisnya panjang kayak pikulan
Kalaulah makan sering berjalan,
celana pangsi tak ketinggalan.
Nampak-nampaknya sejak inilah lagu ini disebut dengan Stb. Jampang. Anehnya pada sekitar kurun waktu itu juga lagu ini direkam dan judul lagunya tetap Stb. Jampang dan di syairnya sama sekali tidak terdapat kata Jampang. Masing-masing dinyanyikan oleh Isnarti Syam dan M Rivany, kemudian oleh M Sujudi, Rita Zahara dan Isnarti, kemudian satu lagi oleh Sumijati.
Jadi setidaknya sudah ada tujuh rekaman lagu ini dengan judul dan syair yang berbeda, namun semua 16 birama dan nada lagunya sama atau nyaris sama.
Nah, kalau dianalisa, lagu “Stb Jampang” tersebut hanya terdiri dari satu bagian saja. Apakah ini mengapa dikatakan stambul I? Namun, kalau di lagu “Stb. Jampang” ada intro yang berbeda jauh dengan lagu (contoh di Stb. Jampang yang dinyanyikan oleh Sumijati), bisa juga disebut punya dua bagian. Apa lalu disebut stambul II?
Yang menarik, di lagu berjudul Stambul I yang dinyanyikan oleh Tan Tjeng Bok tadi, nada di intro berbeda dengan nada lagunya. Berarti lagu tersebut terdiri dari dua bagian, sama hanlnya “Stb. Jampang” versi Sumijati. Kalau memang lagu ini benar sebagai stambul I standar, maka intro menjadi diabaikan.
Kemudian di lagu Leo Spel dan berjudul Stambul II, justru nada intro sama dengan nada pada lagunya. Kalau demikian, maka bisa dikatakan lagu ini hanya terdiri dari satu bagian saja. Namun mengapa disebut Stambul II?
Ada lagu dimainkan oleh Krontjong Orchest Eurasia berjudul “Stamboel II”. Lagu ini tanpa syair dan akord sebagai berikut :
I . V . V . I . VII . VI . V . I .
(16 birama pertama)
I . V . I V I . I . IV . I V 1 .
(16 birama kedua)
Nada lagu dan progresi akord untuk 16 birama pertama dan kedua, sangat berbeda. Apakah kerena ini disebut Stambul II?
Yang tidak kalah menarik, di kaset “Old Time Melodies In Kroncong Beat” tahun 1970-an, ada sebuah lagu yang dinyanyikan Rita Zahara dengan iringan OK Tetap Segar pimpinan Brigjen Pirngadi (yang waktu itu berhasil merekam banyak lagu keroncong). Lagu itu berjudul Stambul II saja. Sementara ditulis bahwa syair dikarang oleh Sudjuki. Tentu tidak sulit untuk membuat judul lagu, namun lagu ini tetap ber judul Stambul II, tentu ada sebabnya. Bukan sembarangan.
Di cover kaset, di bawah judul lagu ada keterangan yang artinya : ”Angka II menunjukkan melodi dan verse dalam hal ini tentang seseorang yang menceritakan keyakinannya di dunia cinta”. Jadi dalam hal ini, angka I atau II tidak terkait dengan bangun lagu.
Syair lagu berjudul Stambul II itu berupa pantun sebagai berikut :
Jika begini tuan naga-naganya.
Aduh sayang kayulah indung
Kayulah indung.
Dimakanlah apiJika begini yaduh tuan,
Jika begini tuan rasa-rasanya
Aduh sayang badan badanlah hidup
Badanlah hidup terasalah mati.
Sangat menarik, karena di bait pertama (16 birama) berupa sampiran semua, sedangkan bait kedua berupa isi. Di pantun tersebut banyak ‘bumbu kata’ yaitu tuan, yaduh, indung, sayang. Progresi akordnya sebagai berikut :
Stambul II (1928) :
(|I -|- -)|IV -|IV -|IV -|IVV|I – | IV V |
|I – |I – |V – | V -| V – | V – |I -| IV V |
|I – |I – |IV -|IV -|IV -|IV V|I – |IV V |
|I – |I – | V -| V -| V – | V – |I -|IV V |
Ada hal lain lagi. Di buku “De oostenwind waait naar het westen” tersebut di atas ada penjelasan dan jika diterjemahkan bebas artinya “Lagu-lagu yang muncul dengan judul sederhana Stamboel I, Stamboel II, dll, menjadi sangat populer di masyarakat. Stamboel I kemudian menjadi lagu kebangsaan Malaysia dan Stamboel II menjadi ‘klasik’ di seluruh kawasan Melayu (Indonesia)”.
Setelah mendapatkan banyak informasi dan banyak hal diketahui, ternyata lagu berjudul Stambul I dan Stambul II sangat bervariasi dan membingungkan.
Lalu di mana letak “kunci” Stambul I dan Stambul II? Di atas tadi telah dijelaskan bahwa Mahieu dipercaya menciptakan melodi standard stambul : “Stambul I” dan “Stambul II”, rupanya inilah benang merahnya.
Ternyata ada keterangan lain bahwa lagu Stambul II yang dinyanyikan Rita Zahara tadi penciptanya adalah Mahieu pada tahun 1928.
Kalau demikian, sepertinya bentuk dan progresi akord (dasar) Stambul II yang standar adalah seperti itu, lihat Stambul II (1928). Kalau kita perhatikan lagu stambul ‘baru’ seperti Stb. Terkenang, Stb. Jauh Di Mata dst. progresi akord mengacu ke sana.
Sekarang bagaimana dengan stambul I ? Sepertinya bentuk dan progresi akord (dasar) Stambul I 1916 yang dinyanyikan Tan Tjeng Bok itulah bentuk lagu stambul I standar, lihat Stambul I (1916). Contoh lagu ini adalah : Stb. Jampang. Stb. Bunga Mawar, Stb. Ukir-Ukir.
Nah, kalau sudah jelas, sekarang anda sudah bisa dengan tenang menciptakan lagu Stambul I dan Stambul II. (widartoks)