Bayi Raksasa
Tersebutlah kisah kelahiran bayi raksasa, maka hal tersebut memunculkan kegemparan luar biasa. Sebagian orang yang merasa biasa-biasa saja menjadi begitu katakutan, jangan-jangan bayi raksasa tersebut jika sudah besar akan menangkap, mengunyah dan menelan manusia.
Ketakutan pun merebak ke mana-mana ke segala penjuru dunia. Dan respon dunia menjadi begitu hiruk pikuk dan gaduh seolah sedang mendapatkan ancaman terbesar, merasa eksistensinya akan terganggu. Segala daya upayadilakukan dan dicari solusinya untuk menahan agar bayi raksasa tidak menjadi besar dan liar. Segala ilmu, siasat dan teknologi dikembangkan agar bayi raksasa menjadi raksana manis dan berbudi di hadapan dunia. Agar kelak menjadi raksasa yang selalu ramah dan baik hati. Raksasa yang mengabdi pada kepentingan orang lain, dan bukan menjadi dirinya sendiri.
Jika, bayi raksasa itu adalah Bangsa dan Negara Indonesia, negara yang begitu luas dan kaya raya dan memiliki seluruh potensi untuk menjadi raksasa yang sungguh-sungguh. Namun pada kenyataannya, ketika beranjak dewasa masih saja menjadi anak manis yang belum atau malah tidak bisa memutuskan apa-apa yang menjadi kebutuhannya agar ia dapat tumbuh semakin besar dan optimal.
Kemampuan diri tidak pernah terasah secara baik, sebagai akibat dari ilmu yang diterimanya tidak pernah sesuai dengan kebutuhannya, sehingga ketika dewasa ia tidak bisa mengerti kenapa kondisi tidak pernah berubah, atau karena kondisi yang buruk dirasakannya sebagaisebuah realitas yang mengasikkan. Masa dewasa sang bayi akan menjadi ancaman bagi banyak kalangan, dan daripada menjadi raksasa yang pintar, dibangunlah sistem yang membelenggu cara berpikirnya. Dan terlebih cekokan ilmu-ilmu dan cara berpikir yang tidak cocok dengan kepentingan bangsa dan negara.
Potensi alam dan kultural yang begitu besar tidak secara optimal dikembangkan untuk mengindetifikasikan diri, malah sumbar daya alam yang kaya ini dihamburkan untuk sekedar membeli ’mainan’ yang mengasikkan, namun menjerumuskan. Di sisi lain, kesenian lokal dan nasional juga tidak dirawat dan dikembangkan sehingga kesenian asing masuk dan mengikis seni-seni dan tradisi sendiri.
Demikian terjadi dengan musik keroncong. Mana kala pecinta keroncong yang menggabungkan diri sebagai komunitas pecinta Keroncong bangkit, janganlah hendaknya dikebiri dan disingkiri dengan tuduhan menghancurkan keroncong. Kecintaan pada musik keroncong yang kontekstual seringkali diinterpretasikan sebagai sebuah pemberontakan, sebagai sebuah penghancuran.
Cara pandang yang mengkerdilkan inilah yang dihadapi sang Bayi.
Untuk merayakan usia Komunitas Keroncong yang k-4, serta menyambut Peringatan Kemerdekaan Indonesia yang ke-64, kutipan dari Anthony de Mello, bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Adalah sebutir telur elang dierami oleh seekor ayam. Ketika masanya menetas, sang induk ayam memelihara si elang kecil bersama-sama dengan anak-anak ayam yang lain. Demikian, si elang hidup dan tumbuh layaknya ayam.
Ketika usia menua dan nyaris mati, si elang melihat ke angkasa. Ia lihat seekor burung terbang tinggi dan melayang-layang dengan gagahnya. Bertanyalah ia kepada sang induk ayam,”Bu, apakah itu?”
Jawab si induk ayam,”Oh… itu adalah Elang, si raja angkasa. Tetapi kamu jangan bermimpi terbang seperti dia, karena kamu adalah seekor ayam.” Dan tidak lama matilah si elang, sebagai seekor ayam.1
Sebagai bangsa dan sebagai Negara, kita menolak dan tidak mau terjebak ke dalam cara berpikir yang membelenggu sehingga menghilangkan jati diri kita yang sesungguhnya.
Bayi raksasa tetaplah harus menjadi raksasa. Janganlah sang raksasa dengan otak yang kerdil. Sedemikian janganlah terjadi Sang bayi raksasa bernasib seperti Elang yang mati sebagai seekor ayam.
Komunitas Keroncong Lampung : tua-tua penjaga tradisi
Berkesenian merupakan salah satu upaya manusia merespons lingkungan disamping sebagai bentuk ekspresi itu sendiri yang akan menjadikannya utuh sebagai layaknya manusia. Dan pada sisi lain, berkesenian meningkatkan
“Mas, kapan ada keroncongan di Lampung?’
Begitulah sapaan yang terlontar manakala mendapatkan nomer telpon Igun sang pemain cello dari OK KR 56 Lampung yang selama ini menjadi salah satu contact person Tjroeng di Lampung.
o kontak besok ada keroncongan. Bisa Menapaki jalanan Bandar Lampung yang diguyur hujan
anoaser (at) hotmail (dot) com ======== anoaser or neloleding
florianusaser (at) gmail (dot) com ====== florianusaser