TJROENG KE SOLO LAGI

( Pojok Pamor di RRI Surakarta )

Surakarta ( Solo ), Hari minggu tanggal 5 Oktober 2008 sebenarnyalah akan menjadi hari yang bersejarah dalam dunia musik keroncong di Indonesia, sebuah even yang spektakuler rencana digelar di kota Solo sekaligus mencanangkan kota Solo sebagai kota Keroncong. Perhelatan besar ini sebagaimana yang diberitakan di media masa diundur hingga pertengahan Nopember 2008

Terlambat mengetahui pengunduran ini, beberapa komunitas keroncong di Tanah air telah menjadwalkan acara liburan panjangnya untuk ikut berpartisipasi dalam International Keroncong Festifal ( IKF ) tanggal 5-7 Oktober 2008.

Menurut ketua panitia Pedhet Wijaya yang ditemui Antonius, seorang komunitas keroncong dari Surabaya di Studio Solo Radio Surakarta, menyatakan salah satu dari pengunduran tersebut adalah hingga kurang seminggu peserta dari luar Solo yang mendaftar baru empat Group yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Malaysia melalui kontak personnya masing masing.

Sebagaimana dicanangkan, dalam rencana besar tersebut akan mengorkestrasi dan mengaransement lagu lagu milik Gutawa, Afgan, Ratu, SO7, Melly Goeslaw, Ari Lasso, Peterpan, Letto, Dewa, Raja, Ungu, Rosa, Krisdayanti, Samson dan Slank, dengan keroncong, tetapi katanya hingga kini penyanyi yang terpilih tersebut baru Melly Goeslaw dan Gita Gutawa yang menyatakan akan hadir.

Tjroeng sebagai salah satu wadah komunitas keroncong di tanah air tidak akan mencampuri permasalahan ini secara khusus, namun sebagai komunitas keroncong sangat menyayangkan mundurnya acara tersebut dikarenakan alasan yang menurut Tjroeng sangat dangkal sekali.

Publikasi telah dilakukan, sehingga tidak berlebihan kalau Tjroeng katakan bahwa gengsi Solo dipertaruhkan, entah apa kata sang maestro keroncong mBah Gesang dan bu Waljinah, dan puluhan bahkan ratusan lagi seniman keroncong dari Solo yang tersebar di dalam dan luar negeri.

Angan angan penyelenggaraan ini sungguh diakui sebuah rencana yang hebat, sedangkan pelaksanaan adalah satu hal lain, diilustrasikan layaknya sebuah tantangan sebagai berikut : “beranikah anda diadu dengan Gajah ? “ jawabnya adalah berani atau tidak … jika jawabnya berani maka si orang tersebut telah siap dengan kiat yang dibutuhkan untuk melawan Gajah minimal punya senjata pembunuh Gajah bila tidak maka perlawanan tersebut hanyalah mission imposible .. atau satu hal yang konyol mengingat taruhannya yang cukup besar.

Marilah kita buktikan bersama apakah alasan panitia yang terungkap pada komunitas keroncong di belahan timur pulau ini hanya alasan klise saja atau sebenarnyalah panitia sedang menyiapkan sebuah senjata pamungkas untuk melumpuhkan Gajah .. artinya apabila kegiatan ini akan terselenggara sebagaimana rencana pengunduran maka kita akan angkat topi dan tabik kepada penyelenggara .. apabila pengunduran ini sampai waktu yang tak terukur atau sampai angan angan ini hilang dari impian pemerhati .. ya silahkan pembaca menilai sendiri.

Ditempat lain Bambang salah seorang komunitas keroncong dari Bandung dan sekaligus pelaku OK Jempol Jentik menemui Wartono salah seorang pengurus HAMKRI Jawa Tengah.

Dengan beliau Tjroeng sharing tentang perkembangan keroncong di Indonesia pada umumnya dan Solo khususnya, Solo yang dikenal sebagai kota keroncong.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh beberapa tokoh keroncong setempat sampai larut malam, Wartono kemudian menawarkan untuk melanjutkan acara ini di RRI Stasion Solo dalam acara Pojok Pamor.

Pojok Pamor adalah satu acara yang amat dirindukan para komunitas keroncong di Solo sebagai salah satu ajang komunikasi.

Berikut ini wawancara Tjroeng dengan pak Jangkung salah seorang penyelenggara acara Pojok Pamor di RRI Surakarta :

( Tjroeng kepada Jangkung salah seorang penanggung jawab penyelenggara acara Pojok Pamor dari OK Panorama Surakarta )

Tjroeng : Bisa di ceritakan adanya acara Pojok Pamor ini pak, kelihatan akrap sekali antara pelaku dan pemerhati keroncong yang hadir disini

Jangkung : Pojok Pamor adalah salah satu acara yang dirintis oleh Paguyuban Monitor Radio (Pamor) sedangkan Pojok mengambil tempat penyelenggaraan acara yaitu RRI Solo yang berada di Pojok Jalan Abdul Racman Saleh no. 51 Surakarta.

Acara ini resmi dibentuk 8 tahun lalu atau tepatnya tanggal 15 Oktober 2000 dengan segala pasang surutnya hingga sekarang rutin mengudara dan dinanti nantikan oleh komunitas keroncong di Solo tiap minggu pertama dan minggu ketiga tiap bulan selama dua setengah jam, dari pk. 20.30 sampai 23.00

Tjroeng : Bapak bisa mengatakan bahwa acara ini sangat ditunggu oleh komunitas keroncong di Solo, riilnya gimana pak ?

Jangkung : Sebagaimana yang bapak lihat, ditunjang oleh fasilitas Studio yang memadai para komunitas keroncong dapat berkumpul disini, tidak saja pelaku yang bertanggung jawab atas siaran ini, namun juga dari group lain dan para pemerhati, mereka dapat diskusi dengan sesama pelaku secara interaktif dan menjadikan acara ini sebagai wadah tukar pikiran masalah keroncong.

Tjroeng : Dimana kontribusi acara ini terhadap perkembangan keroncong pak ?

Jangkung : Bapak bisa langsung memperhatikan, ada sekitar 10 orang yang bukan terlibat langsung dengan acara ini sedang diskusi, mereka adalah tokoh tokoh keroncong di Solo, beberapa lagi berada diluar ruangan. Melalui tilpon para pendengar langsung bisa memberikan kritik dan saran, bukankah ini bukti langsung bahwa acara ini sangat menyumbang perkembangan keroncong khususnya di Solo, acara ini adalah salah satu sarana komunikasi para komunitas keroncong di Solo.

Tjroeng : Apa beda sajian acara minggu pertama dan minggu ketiga dan apakah selalui group ini yang tampil ?

Jangkung : Minggu pertama menampilkan lagu lagu keroncong asli dan langgam sedangkan minggu ketiga lagu lagu pop yang di iringi dengan irama keroncong.

Tiap tampil berbeda group pak, kali ini yang mendapat giliran adalah OK Panorama yang dipimpin oleh pak Hadi.

Tjroeng : Ada berapa group Keroncong di Solo ini pak ? dan bagaimana pengaturannya untuk tampil mengisi acara ?

Jangkung : Di Solo ada kurang lebih 26 Group keroncong atau tepatnya nanti silahkan menanyakan kepada pak Wartono selaku wakil HAMKRI Jawa Tengah, sampai dengan bulan Maret 2009 jadwal pengisi acara sudah tersusun pak, hanya saja apabila ada OK yang seharusnya tampil berhalangan maka pengaturan pengganti dilakukan oleh pak Wartono tersebut, beliau semacam libero dalam sepak bola lah.

( Acara dilanjutkan – Wawancara antara Pak Wartono mewakili Pojok Pamor dan Munifa Prijadi mewakili Tjroeng dan disiarkan secara langsung)

Pojok Pamor : Dalam acara apa kedatangan Tjroeng ke Solo ini

Tjroeng : Sebenarnaya tujuan saya ke Solo yang utama adalah ikut menyaksikan IKF yang rencana digelar tgl. 5-7 Oktober 2008 ini, Namun karena satu dan lain hal acara tersebut ditunda, untuk “tombo gelo” atau pengobat kekecewaan, kami menghubungi komunitas keroncong disini, bincang bincang akhirnya membawa kami ke acara ini. Ternyata sebutan Solo gudangnya seniman keroncong bukan ‘pepesan kosong’ dan kami merasa benar benar mendapat tombo gela dengan bergabung dalam acara ini.

Pojok Pamor : Bagaimana pendapat pak Munifa tentang acara ini ?

Tjroeng : Sangat positif bahkan kontribusinya terhadap perkembangan keroncong amatlah nyata. Barangkali berbeda dengan daerah lain, di Solo asset budaya kita ini sangatlah exsis, bahkan saya tadi sempat sharing dengan para pelaku keroncong, tidak ada kendala yang berarti dalam perkembangannya, keroncong telah hidup berakar di hati rakyat Solo.

Pojok Pamor : Bagaimana perkembangan keroncong di Surabaya, apa saja yang dilakukan untuk mengembangkan keroncong disana ?

Tjroeng : Kurangnya kesempatan dalam even even resmi yang melibatkan keroncong menjadikannya salah satu yang menghambat perkembangan, kurangnya animo kawula muda bukan karena tidak suka tetapi lebih banyak belum mengenal keroncong. Sr. Windhi kepala sekolah Santa Maria memasukkan keroncong dalam extra kurikuler, yang ternyata mendapat sambutan positip dari berbagai pihak

Pojok Pamor : apa saran bapak tentang acara ini ?

Tjroeng : Tidak mungkin saya memberikan saran untuk sebuah acara yang hampir berumur sewindu ( 8 tahun ) lamanya, namun demikian sebuah harapan barangkali lebih tepat yaitu mengembangkan wadah komunitas ini lebih jauh lagi, dengan menjalin hubungan dengan wadah serupa di tanah air.

Selanjutnya atas nama Tjroeng saya sampaikan rasa terima kasih atas penerimaan kami dan kesempatan untuk bergabung dalam acara Pojok Pamor.

( Selanjutnya Tjroeng bincang bincang dengan salah satu penyanyi dalam Pojok Pamor malam itu yaitu Bu Mini Satria )

Tjroeng : Sebelum kita mulai bincang bincang, saya sampaikan dengan sebenarnya bahwa suara mBak Mini tadi bagus sekali .. judulnya apa lagu yang dibawakan tadi ?

Mini Satria : Seni dan Derita

Tjroeng : Kok judulnya melankolis banget ………, Bu Mini menyanyi mulai kapan ?

Mini Satria : Sejak saya masih SMP saya mulai menyanyi keroncong, dan waktu itu sempat meraih juara dua lomba lagu keroncong yang diselenggarakan oleh bapak Anjar Any di Solo.

Tjroeng : Mengapa memilih keroncong bu, bukan irama yang lain ? bisa dijelaskan singkat bu ?

Mini Satria : Saya juga pernah menyanyi irama ndang ndut, namun ternyata suara saya lebih pas di keroncong, lagi pula lagu lagu keroncong dan langgam mempunyai bawaan ayem dan teduh dihati

Tjroeng : Prestasi yang pernah diraih di jalur musik keroncong ini ?

Jangkung : Tahun 1982 pernah menjadi juara II Surakarta, dan di tahun itu juga menjuarai tingkat Nasional untuk lagu keroncong. Dan seingat saya bersama dalam lomba tersebut penyanyi keroncong yang sangat kita kenal yaitu Toto Salmon

Tjroeng : Harapan apa yang barangkali ingin disampaikan bu Mini melalui Tjroeng tentang keroncong.

Jangkung : Harapan saya semoga keroncong semakin di gemari sejajar dengan musik lain, dengan banyaknya penggemar tentunya akan meningkatkan pula tingkat kehidupan para seniman keroncong.

Tjroeng : Rupanya harapan ini tersirat dalam lagu “Seni dan Derita” …… ya bu Mini ? ( Beliau menggangguk dan tersenyum – semoga harapannya kesampaian )

……………………………………………………….

Bila telah datang saatnya, pendekar seni budaya

Membela para seniman, yang hidup penuh derita

……………………………………………………….

Tidak kalah menariknya perbincangan Tjroeng dengan Wakil ketua HAMKRI bapak Wartono serta ketua OK Panorama bapak Hadi sbb :

Tjroeng : Ada wacana untuk merangkul kawula muda mengenal dan mencintai keroncong dengan melakukan kolaborasi antara keroncong dan jenis musik yang lain, dan kalau tak salah IKF pun berencana melakukan hal demikian, bagaimana pendapat bapak ?.

Wartono : Lepas dari rencana IKF, saya kurang setuju masalah kolaborasi tersebut terutama di Solo entah kalau di daerah lain, karena : …. Orang keroncong akan bilang “lagu opo kuwi “ … lagu apa itu ? dan para muda si empunya lagu akan bilang … “musik opo iki” irama apa ini … demikianlah, biarlah jenis musik ini pada jalurnya masing masing, tetapi ini adalah pendapat saya pribadi dari pengamatan pelaku keroncong di Solo

Tjroeng : Kendala apa yang ada dalam mengembangkan musik keroncong ini pak, bagaimana kepedulian pemerintah daerah dan apakah seharusnya pemerintah pusat maupun daerah turut campur tangan ?.

Wartono : Kendala yang serius tidak ada tentunya yang saya sampaikan ini di Solo, pemerintah daerah cukup peduli terbukti dengan beberapa even yang terkait keroncong disetujui.

Kalau masalah campur tangan saya katakan demikian : Pelaku seharusnya bergerak agar keroncong cukup exsis dan diakui keberadaannya, setelah itu baru minta pemerintah ikut memikirkan perkembangannya, jangan menjadi si anak manja.

( beralih ke pak Hadi ketua Orkes Keroncong Panorama )

Tjroeng : Menutur bapak cara pembinaan yang bagaimana paling tepat terutama untuk merangkul kawula muda dan kendalanya apa ?

Hadi : Paling pas kalau kita cari peminat dari tingkat RW terus dibina di kenalkan keroncong dan dilatih, walaupun biasanya kalau sudah jadi diambil group lain, tapi ya nggak apa apa, untuk pembinaan secara umum. Kendalanya pada alat alat yang cukup mahal bagi seukuran RW.

Tjroeng : Harapan bapak apa, barangkali bisa disampaikan melalui Tjroeng.

Hadi : Dengan banyaknya komunitas keroncong di tanah air, saya harapkan akan muncul terobosan yang dapat menggangkat nilai jual keroncong sehingga berkuranglah kendala yang saya sebut diatas, pelaku otomatis akan datang karena keroncong dipandang tidak saja sebagai seni budaya namun juga ‘perusahaan keroncong’ yang menjanjikan pendapatan sebagaimana aliran musik lainnya.

Moen, Surakarta, Senin 6 Oktober 2008.

Please follow and like us:

3 thoughts on “TJROENG KE SOLO LAGI

  • December 16, 2008 at 9:34 am
    Permalink

    Salam kenal warga Tjroeng dimanapun berada,saya turut senang n bahagia,semoga keroncong akan selalu abadi sepanjang masa,khusus buat P.Adi maap kemarin saya salah sebut nama (P.Aji),kapan datang ke BALI lagi?titip maap juga dari Bu Tiwik,pas P.Adi ke Bali , beliaunya pas ada acara,jadi ga bisa ketemuan….semoga suatu saat klo P.Adi sowan lagi ke Bali bisa ketemuan.

  • January 28, 2009 at 7:57 am
    Permalink

    Haloo Mas hehehe, sampaikan salam juga untuk Mbak Tiwik … suaranya jossss tenan ! Bravo OK Bumi Pertiwi !

  • May 17, 2012 at 8:34 pm
    Permalink

    salam kenal….sy dr tangerang.kbtulan sy sdang mmpljari musik krncong.apa kiatnya agar sy bs cepat mnyrap ilmunya ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial