Festival Musik : Sekali Bersenandung Panggung dan Untung Terlampaui

Sejak sebelum Indonesia merdeka, Nusantara adalah tanah yang kaya akan sumber daya alam maupun budaya. Tidak mengherankan apabila Mochtar Lubis menyatakan bahwa manusia Indonesia, meski berasal dari beragam suku dan tersebar di berbagai pulau memiliki kesamaan karakter artistik dan kreatif. Aplikasi seni dan budaya di Nusantara yang dapat ditelusuri dari berbagai peninggalan sejarah menunjukkan bahwa perayaan atas tradisi, agama, atau aspek-aspek unik dalam masyarakat memainkan peran penting dalam proses edukasi dan memutar roda perekonomian masyarakat setempat.
Matthew Isaac Cohen dalam bukunya tentang Komedie Stamboel (2006) menunjukkan bahwa sejak abad 18 (atau jauh sebelum itu), kegiatan seni budaya sudah lama menjadi mesin ekonomi bagi masyarakat . Setiap kali grup sandiwara Komedie Stamboel datang ke suatu daerah dan mengadakan pertunjukkan di situ, maka banyak orang dari berbagi macam kalangan memetik keuntungan finansial. Situasi tersebut dapat dihidupkan kembali dan insan keroncong dapat turut ambil bagian dalam meramaikan khazanah festival seni di Indonesia.

Sebagai gambaran riil mengenai manfaat ekonomi sebuah event festival musik bagi penduduk setempat, M. Keivan Deravi dan Barbara Buchanan, peneliti dari Auburn University melakukan kajian mengenai dampak ekonomi dari penyelenggaraan festival musik Hangout di Gulf Shore Alabama Amerika Serikat. Kajian yang disusun untuk pemerintah kota Gulf Shore Alabama tersebut mengkaji secara menyeluruh dampak penyelenggaraan festival musik pada tingkat ketersediaan lapangan pekerjaan, pendapatan daerah (kota) hingga keuntungan yang diperoleh di berbagi sektor.

Hangout Festival adalah festival musik tahunan yang diadakan di tepian pantai kota Gulf Shore Alabama yang mempertunjukkan penampilan musik selama tiga hari di beberapa panggung yang didirikan di tepi pantai. Sejak pertama kali diadakan di tahun 2010, Hangout Festival berhasil mendatangkan musisi maupun band terbaik dunia dan menarik tiga puluh ribu penonton. Keberhasilan tersebut tidak dapat dilepaskan dari peliputan media yang menjangkau lebih lima ratus juta pembaca di seluruh dunia, serta peran serta media.

Kajian yang dilakukan oleh Deravi dan Buchanan terutama melihat dampak ekonomi festival terhadap tiga sektor terkait yaitu sektor hiburan, sektor akomodasi (penginapan), serta sektor perdagangan makanan dan souvenir selama festival oleh para turis. Dampak langsung terhadap tiga sektor tersebut menunjukkan lebih dari delapan belas juta dolar Amerika (sekitar seratus delapan puluh miliar rupiah lebih) uang beredar dalam acara tiga hari tersebut yang dibelanjakan untuk membayar penginapan, membayar tiket hiburan, dan pembelian makan minum dan souvenir selama acara. Dari jumlah uang yang dibelanjakan tersebut lebih dari enam juta dolar (sekitar enam puluh miliar rupiah lebih) merupakan pendapatan. Dari sektor tenaga kerja, terdapat empat ratusan orang lokal yang dapat dipekerjakan selama event berlangsung.

Dampak Ekonomi Festival Keroncong?

Bagaimana dengan kemungkinan dampak penyelenggaraan festival keroncong? Kita yakin pasti ada. Seorang anggota komunitas keroncong pernah memaparkan pertunjukan keroncong dalam skala kecil yang diselenggarakan di kota Solo secara rutin mingguan memberikan berkah bagi para pedagang makanan dan minuman. Pengunjung setia yang menonton pertunjukan ternyata cukup banyak untuk ukuran event yang kecil-kecilan saja. Untuk event berskala besar seperti festival tentu dampaknya juga lebih besar. Hanya saja belum ada kajian yang dilakukan dalam menghitung dampak tersebut.

Bagi insan keroncong tentunya ini sebuah peluang. Bukan hanya peluang para pelaku seni keroncong untuk mendapatkan keuntungan finansial, namun juga peluang untuk berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, ketika harus bersaing dengan musik populer dalam industri musik, keroncong masih sangat jauh ketinggalan. Apalagi bila masuk ke industri musik rekaman.

Selama ini kita sering beranggapan bahwa keroncong adalah aset budaya oleh karena itu harus dilestarikan. Namun selama ini demi pelestarian budaya, aktivitas keroncong seringkali harus disokong dengan dana dari para donatur atau dari anggaran pemerintah. Setidaknya secara finansial kondisi tersebut menunjukkan bahwa keroncong tak lagi memenuhi definisi aset (yang seharusnya memberi manfaat), bahkan bisa dikategorikan sebagai beban. Melihat keberhasilan keroncong sebagai seni pertunjukkan, peluang untuk membalik keadaan dari beban menjadi aset negara dapat kita lakukan.

Ada banyak hal yang bisa disumbangkan dari penyelenggaran festival musik keroncong. Selain hal-hal terkait dengan apresiasi seni budaya, hal yang paling nyata adalah berkah finansial yang bisa diberikan kepada penduduk setempat, utamanya dari sektor-sektor terkait pariwisata. Belajar dari keberhasilan Hangout Festival di Alabama, juga dari keberhasilan Solo Keroncong Festival yang menempatkan event tersebut sebagai festival internasional, kita dapat mengembangkannya lebih jauh lagi. Jangan puas hanya dengan menghidup-hidupkan keroncong. Insan keroncong profesional harus bisa hidup dari keroncong, bahkan ikut memberi penghidupan bagi masyarakat dengan keroncong. (ISNA)

Please follow and like us:

tjroeng

Tjroeng Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial