STRATEGI KEJAYAAN KERONCONG MELALUI RADIO
Oleh: Rian Setianto dan Rasmita Yulia M
“Respon masyarakat terhadap musik keroncong bagus serta positif. Kebetulan saya sebagai praktisi musik keroncong, pemain flute. Kalangan anak muda terutama para pemain musik pada umumnya ingin belajar musik keroncong. Kalangan masyarakat yang dikatagorikan pendengar RRI dewasa menerima musik keroncong sebagai musik yang sehat ,menghibur serta bernostalgia mengenang masa muda,†demikian ungkap H.Margono, seorang pensiunan RRI Bandung, ketika ditanya mengenai pendengar musik keroncong saat ini.
Menurut GWK Partho Djojodihardjo, seorang Direktur Program 90.9 LITA FM Bandung sejak 2010, mengatakan bahwa pendengar radio musik keroncong hanya mau mendengar lagu keroncong yang sudah terkenal, dengan penyanyi yang sudah populer. Penyanyi yang sering diminta pendengar adalah Waldjinah, Hetty Koes Endang, Ismanto, Mus Mulyadi, Sundari Soekotjo, Tuty Tri Sedya (Tuty Maryati), Wiwik Soembogo, Gesang dan lain-lain.

Sedangkan menurut Margono, pendengar musik keroncong di radio yang paling interaktif adalah pendengar senior. Anak muda dinggap kurang tertarik dengan musik keroncong. Di Pro 1 RRI Bandung, apabila grup keroncong batal siaran lalu diganti dengan musik jenis lain yang, pendengar interaktif cukup lebih banyak.
Respon dari para pendengar musik keroncong sebagian besar hanya ingin menikmati keroncong, mendengarkan dan rendah untuk mengapresiasi. Hal ini terjadi karena menurut mereka musik keroncong tak perlu lagi diperdebatkan atau dibahas. Hal ini mengingat musik ini sudah dianggap luhur dan musik pusaka. Di Lita FM misalnya, rentang usia pendengar sesuai dengan target audience yaitu dewasa dan orang tua. Usia mereka antara 27 tahun keatas.
Melihat kondisi di atas, maka Partho melakukan perombakan besar-besaran sejak awal 2009. Gaya penyajian siaran yang tadinya formal diubah menjadi informal, lebih merakyat, dan tanpa batas. Bila selama ini ada anggapan, penyiar harus bersuara lembut, merdu,dan merayu, Partho yang sempat menjadi seorang Produser Siaran ‘Kharisma Keroncong Lita FM’, tampil lugas apa adanya. Konten yang kekinian menjadi bahan siaran. Maksudnya yaitu menghadirkan hal-hal yang sedang tren di masyarakat menjadi bagian siaran reguler. Sehingga sebenarnya seorang penyiar sedang mengusung format “Majalah Udara†dalam siaran yang diampu.
Langkah lain yang dilakukan adalah perubahan penyajian siaran live musik keroncong. Setelah tak ada stok lagu baru keroncong dari perusahaan rekaman, hal yang dilakukan adalah menghadirkan pemusik atau penyanyi lokal anak-anak muda. Langkah ini sebenarnya membutuhkan waktu dan perjalanan yang panjang. Yang diubah bukan pendengarnya dulu, tetapi para pegiat keroncongnya. Artinya, para radio keroncong memberanikan diri, untuk menampilkan grup keroncong di radio. Hal ini perlu dilakukan agar anak-anak muda yang mau berkeroncong, membentuk grup-grup baru.
Grup yang sudah ada atau bentukan baru inilah, yang sesering mungkin ditampilkan secara live atau hasil rekamannya disiarkan berulang-ulang di radio. Anak muda cenderung memilih musik yang ada pada jamannya. Maka yang ‘diserang’ dulu adalah pegiatnya yang masih muda-muda. Ketika mereka berinteraksi dengan kelompok diluar pergaulan keroncong, mereka akan menyampaikan bahwa ia dan grup keroncongnya siaran sebuah radio keroncong. Langkah ini akan memacu kelompok-kelompok kecil yang rata-rata anak muda untuk mau mengapresiasi dan setidaknya mengenal musik keroncong meskipun lagunya adalah lagu-lagu kekinian. Langkah ini menjadi penting, mengingat yang dibutuhkan keroncong saat ini adalah ‘roh’ musiknya yang digemari masyarakat.
Di radio RRI sendiri, tahun 2011 sudah ada 14 grup yang aktif siaran radio. Sedangkan sebelumnya sekitar tahun 2001, baru 4 grup yang tampil di radio. Hal ini menjadi tanda adanya respon yang baik dikalangan praktisi musik keroncong. Kemudian selanjutnya secara signifikan pendengar radio keroncong pun juga akan bertambah.
“Untuk menampilkan siaran seni budaya, tak perlu ada istilah baik dan buruk atau bermusiknya sudah professional atau belum. Bagi saya yang utama adalah memberikan ruang gerak dan ruang ekspresi sekaligus tanda bahwa masih ada anak muda yang tertarik keroncong, sehingga mampu menarik anak muda lainnya agar berkeroncong,†kata Partho.
Partho menambahkan bahwa pada akhirnya, ia harus mengajak penyiar-penyiar lain di radio, khususnya penyiar muda Lita FM, untuk terlibat dalam mengampu siaran keroncong. Maksudnya agar ada nuansa berbeda dalam mengenalkan keroncong kepada penyiar yang lebih muda. Selain itu, Ia mengajak penyiar radio lain untuk menjadi pembawa acara bila ada kegiatan di luar studio. Upaya lain juga bisa dengan mengenalkan siaran keroncong kepada radio lain di luar Bandung.
Sementara di luar Bandung, sekarang ini sudah lebih mudah dalam mendapatkan informasi, terutama melalui internet. Misalnya melalui facebook, broadcaster luar bandung melihat upaya diakukan radio Bandung seperti LITA FM dan RRI ini, diharapkan bisa tertarik untuk mengadakan siaran keroncong di radionya. Selanjutnya, dari kedua radio tersebutlah arsip lagu yang mereka siarkan. Diskusi mengenai penyiaran keroncong yang efektif yang sering juga bisa menjadi media informal, bahkan melalui media sosial online dalam menjayakan keroncong.
Selain hal-hal di atas, peran radio dalam meningkatkan music keroncong lainnya juga perlu diperhatikan. Hal-hal tersebut diantaranya yaitu penambahan jam siaran off air di tempat-tempat strategis seperti mall, gedung-gedung yang representative dan tempat lain yang bisa mengundang banyak massa. Di tempat-tempat tersebutlah para masyarakat pecinta seni bisa datang dan lebih mencintai musik asli Indonesia.
Radio hanyalah salah satu bagian kecil mata rantai dalam perkembangan keroncong. Dengan internet, seperti streaming, siaran radio khususnya keroncong, sudah bisa terdengar ke mana-mana. Bila dari Lampung ada koleksi yang disiarkan, maka dari daerah lain yang mendengarkan bisa mengapresiasi. Setidaknya bisa “terpacu†untuk bermain keroncong layaknya yang di Lampung. Di bandung muncul anak anak muda berkeroncong, lalu disiarkan. Kemudian lagu tersebut didengar di daerah lainnya, bukan mustahil mereka akan membuat seperti yang ada di Bandung.
“Bukan menjadi mimpi, keroncong kelak akan kembali menemukan kejayaan. Bukan kejayaan masa lampau, tapi kejayaan baru, yang dirintis oleh semangat terbarukan yang dibawa oleh anak anak muda, dengan arahan para sepuh yang tetap menghiraukan perkembangan jaman,†tutup Partho.