WALDJINAH: Lompat Cepat Si Jangkrik Genggong
Siapakah yang disebut Ratu Kembang Kacang? Siapakah yang berjuluk Si Walang Kekek? Penggemar keroncong di tanah air tentu dengan mudah menjawab: Hj. Waldjinah, penyanyi keroncong multi-talenta asal Surakarta. Waldjinah, begitu dia biasa disapa (sebagian lagi dengan penuh hormat memanggilnya Bu Wal), adalah penyanyi dengan suara emas. Karakter vokalnya khas, jernih, tinggi dan njawani.
Waldjinah lahir di Surakarta 7 November 1945 sebagai bungsu dari 10 bersaudara. Waldjinah berasal dari keluarga yang bukan hanya miskin tetapi juga sama sekali tak memiliki darah seni. Tetapi, paling tidak dalam kasus Waldjinah, sukses bukanlah soal keturunan atau bakat, tetapi soal kemauan dan kerja keras. Berpangkal dari rasa suka menyanyi keroncong, Waldjinah belajar dengan amat serius. Bahkan sejak belia dia sudah bermimpi bukan sekadar menjadi penyanyi tetapi ingin menjadi ratu keroncong dan pop jawa.
“Waktu duduk di kelas dua SDsaya mendengarkan kakak ipar saya belajar bernyanyi. Tetapi kakakipar saya tidak bisa. Justru saya yang bisa,” tutur Waldjinah. “Mulai saat itulah saya belajar menyanyi keroncong, meski orangtua tidak menyetujui. Kakak saya Munadi dan Munasih yang membuat saya menyukai keroncong.”
Munadi adalah anak kedua dalam 10 bersaudara Waldjinah. Dia mempunyai seorang istri penyanyi keroncong. Istri Munadi inilah yang “menemukan” Waldjinah. Menurut dia, Waldjinah yang ketika itu baru duduk di kelas dua SD, sangat luwes mendendangkan lagu-lagu baru yang sedang dipelajarinya. Padahal istri Munadi sendiri belum bisa menyanyikan lagu itu. Sejak saat itulah Munadi mulai menjadi guru sekaligus pendamping bagi Waldjinah belajar menyanyi keroncong.
Soal berkeroncong, kakak beradik ini tergolong bandel. Jelas sang ibu mereka melarang Waldjinah berkeroncong. Tetapi larangan itu tidak membuat surut langkah keduanya. Kakak beradik ini sering nekad melompat jendela, kemudian mengendap-endap pergi menghindari kemarahan sang ibu. Mereka berdua, Waldjinah dalam gendongan sang kakak, menyusuri jalan-jalan sunyi menuju kampung-kampung yang memiliki orkes keroncong.
Kerja keras yang didorong oleh cinta akan keroncong itu pada akhirnya membuahkan hasil. Waldjinah remaja mulai bernyanyi untuk beragam kesempatan, termasuk festival di daerahnya. Di sanalah seluruh aspek berkeroncongnya semakin dimatangkan. Pada tahun 1958, ketika masih berusia 12 tahun, Waldjinah merebut gelar juara dalam Festival Ratu Kembang Kacang yang diselenggarakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta. Masih pada tahun yang sama Waldjinah kembali memboyong pulang trofi Bintang Radio jenis Keroncong se-Karesidenan Surakarta.
Sejak saat itulah prestasi demi prestasi diraihnya. Setelah menjadi “langganan juara” di eks Karesidenan Surakarta, pada tahun 1965 kakinya menapak di panggung nasional. Waldjinah meraih status juara pertama Bintang Radio jenis keroncong tingkat nasional. Prestasi ini menjadi peristiwa yang dikenangnya sepanjang hayat, terlebih karena waktu itu dia bertemu dengan Presiden Soekarno, yang saat itu langsung memberi nama “Bintang” pada bayi yang sedang dikandung Waldjinah.
Prestasi di jagad festival berjalan seiring dengan kiprahnya di jalur industri musik. Berkat suksesnya dengan lagu Kembang Kacang pada 1958, Waldjinah diajak masuk dapur rekaman di Lokananta. Waldjinah berkolaborasi dengan tokoh legendaris keroncong Surakarta, Gesang. Dari sana album demi album keroncong dilahirkan oleh Waldjinah. Hingga saat ini dia telah melahirkan tak kurang dari 200 album berisi lebih dari 1700 lagu. Salah satu lagu yang melegenda adalah lagu Walang Kekek, hasil rekaman tahun 1968, sampai dia mendapat julukan baru “Si Walang Kekek.”
Waldjinah juga dikenal sebagai orang yang idealis, yang selalu ingin tampil sempurna. Itulah yang kemudian mendorongnya membentuk Orkes Keroncong Bintang Surakarta, yang bertugas mengiringinya baik untuk rekamanmaupun untuk penampilan live di aneka panggung.
Waldjinah, ibu dari lima orang putra dan putri itu,memang sangat menyukai lagu-lagu keroncong. Sebab, menurut dia, cengkok dan pembawaannya sangat pas untuk lagu jenis keroncong dan langgam jawa.
Sukses di panggung keroncong tanah air, Waldjinah kemudian membawa keroncong melalang buana. Ia telah membawa keroncong sampai ke Singapura, Malaysia, Jepang, Suriname, China, Yunani dan New Zealand. Ia pun kerap berkolaborasi, bukan hanya dengan penyanyi keroncong seperti Mus Mulyadi, tetapi juga penyanyi pop seperti Chrisye.
Di kemudian hari berbagai penghargaan didapatkan oleh eyang dari tujuh cucu itu. Selain prestasi yang sudah disebutkan di atas, Waldjinah mendapatkan penghargaan antara lain dari PWI Surakarta (1984), Menteri Pekerjaan Umum (1987), Pusat Lembaga Kebudayaan Jawi Surakarta (1993), SCTV (1995), Gubernur Jawa Tengah (1997), Majalah Kosmopolitan, Keraton Surakarta (1999), Menparsenibud (1999 dan 2000) dan BP3S Provinsi Jawa Tengah (2002).
Kini, di usianya menjelang senja, eyang buyut dari seorang cicit itu tetap terlihat cantik. Suaranya yang khas, sangat tinggi dan jernih, juga tidak berubah. Apa kuncinya? Menurut Waldjinah, mungkin karena ia berprinsip hidup relaks, rajin berpuasa, dan minum perasan kencur, jahe serta madu sebelum menyanyi. Menginjak usia yang ke–67 tahun, dia juga masih bersemangat dalam melestarikan keroncong. Hingga kini ia masih aktif di dalam Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (HAMKRI), dan menyiapkan regenerasi keroncong dengan membuka kursus menyanyi keroncong di rumahnya.
“Saya melakukan itu semua karena kecintaan saya terhadap keroncong, dan merasa terpanggil untuk nguri-uri Keroncong,” tuturnya. “Harapan saya Keroncong akan semakin digemari masyarakat Indonesia. Saya juga berharap akan tumbuh Waldjinah dan Gesang baru, sehingga keroncong makin mendunia. Untuk itu diperlukan peran media dan pemerintah untuk mendukung keroncong.” (Ari M, Septi, HS)
BIODATA
Nama Kecil : Waldjinah
Nama Besar : Hajjah Waldjinah
Tempat / Tanggal Lahir : Surakarta, 7 November 1945
Agama : Islam
Pekerjaan : Seniwati
Tempat Tinggal : Jl. Parang Cantel No. 31 Mangkuyudan Surakarta
Orang Tua :
Bapak : Sri Hadjid Wirjo rahardjo ( alm – Meninggal tahun 1960 )
Ibu : Kamini Wirjo Rahardjo ( almh – Meninggal tahun 1984 )Suami :
Soelis Moelyo Boedi Poespopranoto (alm – Meninggal tahun 1985)
Didit HadiantoAnak :
Bambang Hery Santoso, SE
Harini Dwi Hastutiningsih (almarhum – Meninggal tahun 1972)
Erlangga Tri Putranto, SE
Drs.Ec. Ary Mulyono
Bintang NurcahyaCucu :
Clavinova Devi Granawulan
Andika Desy Fluita
Arif Rizky Putranto
Adinda Ayu Tresnani
Ika Ariyunita
Yunariesta Nigtyas
Putra Bintang Kejora
Cicit : Gabriel Ado Mahendra
Sampai akhir tahun 2005, Hetty yang berangkat sebagai penyanyi pop justru diakui eksistensinya sebagai penyanyi keroncong kembali mengkroncongkan lagu yang sedang populer, yaitu Ada Apa Denganmu. Lagu dari grup yang sedang populer Peterpan itu, kaset popnya terjual sampai 2 juta keping.
kalo jadi pelestari budaya sampe ke macanegara kayak gitu dapat gaji berapa, terus kalo udah berhenti karena tua gak sanggup gimana?