• Gallery
  • Informasi
  • Pernak-Pernik Keroncong
  • Redaksi
Buletin TjroengGelegak Jiwa Nusantara :: Buletin Musik Keroncong
  • Home
  • Buletin
  • Keroncongpedia
    • Biografi
    • Lagu
    • Publikasi
    • Event
    • Kliping
  • Redaksi
Menu
  • Home
  • Buletin
  • Keroncongpedia
    • Biografi
    • Lagu
    • Publikasi
    • Event
    • Kliping
  • Redaksi
  • Rochani Adi : Ruang Dalam Keroncong

    August 5, 2010 tjroeng 1

    04. yg mengalir 01

    Tenang dan damai.

    Begitulah sosok Rochani Adi, seorang pegiat keroncong yang telah malang melintang selama ini. Karya-karya berupa lagu keroncong, Pop Jawa maupun langgam Jawa sudah mencapai 200 lagu. Jumlah yang tidak sedikit karya dalam musikkeroncong yang memang terlalu lambat dalam memunculkan karya-karya baru.
    Kemampuan Rochani memnbuat lagu baginya merupakan salah satu karunia yang diberikan Tuhan. Menurutnya, “Sumber ide bisa datang dari mana saja, tetapi yang paling berkesan tentunya berasal dari apa yang kita yakini , dari peristiwa yang kita alami dan rasakan,” sehingga dari sana lah lahir lagu-lagu seperti “Kr. Fajar Indah”. “Magelang Gemilang”, “Prumpung Adiluhung”, “Borobudur Indah”, “Cinta di Borobudur”, “Lgm. Taman Kyai Langgeng” “Prambanan Otera” dan masih banyak yang lainnya. Tema semangat perjuangan diantaranya terdapat dalam lagu “Pahlawan Tak Dikenal”, “Lgm. Kartini, Putri Mayong”, “Kr. Patriot”, “Satria Pertiwi”, lagunya “Kr. Putra Pertiwi”. (1977). Dan satu lagu yang dikirimkan atas nama anaknya, Anang Santjaka, menjadi juara ke-1 dalam Sayembara Penciptaan Lagu Keroncong Tingkat Nasional 1991.

    Belajar dari tukang cukur rambut sampai pahlawan tak dikenal

    Rochani Adi, selain dikenal sebagai pencipta lagu keroncong, ia juga dikenal sebagai pemain biola yang sangat handal. Kemampuan dalam bermusik, Rochani banyak belajar dari ayahnya yang menjadi seorang tukang cukur di kampungnya.  Kasih Hardjo (ayah dari Rochadi Ani: red) sendiri adalah seorang yang multi talented, di mana selain bekerja sebagai tukang cukur dan pedagang tembakau ternyata ia menjadi pengajar bagi biduan-biduan di kampung  Gatak Santren, Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.

    “Saya sering nguping dan ngintip ketika ayah saya melatih biduan kampung nyanyi… ayah saya mengajar memakai notasi angka…” papar Rochadi mengenang masa kecilnya di mana ia banyak belajar dari sosok ayahnya. Dari ayahnya inilah darah seni mengalir dalam tubuh Rochani Adi.  Darah seni yang mengalir tersebut tumbuh dengan subur, sehingga sekitar tahun 1950, pada usia 13 tahun, Rochani muda mendirikan “Tunas Remaja”, sebuah organisasi non politik yang bergerak di bidang olahraga dan seni, di rumah Ali Hardjo orang terkaya waktu itu di Krajan, Gunung Pring. Bermula dari kelompok inilah, Rochani mulai  menciptakan lagu pertamanya: “Derita Ibu”. Sejak saat itu mengalirlah karya-karya ciptaannya.
    Perjalanan musik Rochani tidak seluruhnya berangkat dari sebuah group keroncong, namun juga didukung oleh institusi di mana ia bekerja. Atas saran Murni, seorang penyanyi keroncong di tahun 1960-an, Rochani mendaftarkan diri untuk menjadi pegawai Urusan Moril (URIL) Angkatan Darat di Magelang dan pada tahun 1961 diterima bekerja di sana sebagai Tenaga Bulanan Honorer (TBH). Dan di tahun 1963 melalui serangkaian test di  Jogja, Solo dan  Semarang (Kodam VII Diponegoro), Rochani direkrut menjadi anggota Orkes Symfoni Angkatan Darat  (OSAD) sebagai pemain biola.  Kemudian tahun 1964, OSAD yang dipimpin Kapten F.A. Warsono tersebut hijrah ke Jakarta untuk menggarap sebuah proyek garapan “Sendra Wira Lumaksana”, yang merupakan kolaborasi unsur-unsur musik ‘Barat’ dengan musik etnik di antaranya karawitan Jawa dan Sunda.

    Rochani pun turut hijrah ke Jakarta. Menurutnya, proyek yang idenya berasal dari Letjen A. Yani tersebut rencananya akan dipentaskan di Monas 1965. Namun akibat  terjadi peristiwa berdarah 30 September 1965 yang menelan korban beberapa orang jenderal salah satu diantaranya adalah Letjen A. Yani. Proyek nyaris berantakan, sebelum akhirnya Presiden Soekarno menegaskan “Idenya Yani biar Soekarno yang meneruskan!”

    Kenangan pada Jenderal A. Yani sangat kuat dalam sosok Rochani, sehingga ia sering menyempatkan diri untuk tabur bunga di makam Jenderal A. Yani Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dalam ziarah di Kalibata, Rochani menyempatkan berkeliling ke makam-makam lain, dan sempatterpaku pada sebuah batu nisan bertuliskan “Pahlawan tak dikenal”, peristiwa itu membekas dalam hati dan fikiran Rochani, dan lahirlah sebuah lagu “Kr. Pahlawan Tak Dikenal”. …semoga tenang di sisi Illahi, …biar tak dikenal engkau tetap pahlawan sejati…

    Keheningan Ruang Dalam

    Rochani Adi“Saya cuma ingin bertemu dengan pak Gesang, pak Andjar Any, Toto Salmon, dan Warsidi,  bukannya ingin diberi penghargaan,” demikian disampaikan Rochani beberapa waktu lalu saat penyerahan lifetime achievement award di Solo. Tidak ada rasa iri dalam dirinya menyaksikan bebarapa kawan karib-nya menerima penghargaan itu. Karena Rochani Adi sendiri tidak peduli dengan penghargaan. Ia lebih peduli pada bagaimana senantiasa menghidupkan keroncong.

    “Saya sudah ‘kenyang’ rekaman, itu sudah alhamdulillah” paparnya dan sewaktu ditanya mengenai honor yang diterimanya, ia berkata: “Saya tidak mementingkan materi, dibayar berapapun tidak pernah protes, alhamdulillah, terimakasih.” Bahkan di tahun 1983, Rochani pernah menerima honor sebesar Rp. 15.000,- untuk permainan biolanya dalam satu album rekaman keroncong.

    “Waktu itu saya mengerjakan enam buah album, hitung sendiri berapa honor yang saya terima,” Sangat tidak layak untuk kemampuannya yang luar biasa, tetapi beliau  tetap bersyukur “..Alhamdulillah…! Walaupun tidak dapat apa-apa dan saya tidak mengharapkan apa-apa. Saya sudah dibiayai negara, biar sedikit tapi berkah”.
    Perjalanan panjang keroncong dalam sosok Rochani Adi  begitu dalam. Namun, permainan biola Rochani tak lagi bisa sebaik dahulu, akibat penyakit hernia yang dideritanya. Tetapi, ia tidak pernah menyesalinya. Ia menyerahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. “Mungkin itu yang terbaik yang dapat saya lakukan melalui permainan biola saya. Saya masih bisa menulis karya cipta lagu, itupun hal yang patut saya syukuri”. Ada sedikit harapan saat beliau berkata: “Siapa tahu setelah operasi minggu depan, tangan saya sembuh dan bisa main biola lagi… hal yang tidak mungkin, tetapi mungkin saja terjadi jika Allah menghendakinya”.

    Jiwa keroncong adalah jiwa yang begitu dalam. Begitu Rochani Adi memaknainya. Dari kedalaman tersebut, nilai luhur dan beradab akan tumbuh subur. Jiwa yang menghargai kehidupan, menghargai setiap berkat dari Tuhan. (Imam Djuhari Kamus)

    Categories: Edisi 10

    Tags: Yang Mengalir Sampai Jauh

    Kelly Puspito : Keroncong Tanah Air Pemahaman Dasar Musik Keroncong

    One thought on “Rochani Adi : Ruang Dalam Keroncong”

    • risang says:
      September 16, 2017 at 4:52 pm

      saya jadi kangen simbah saya

    Leave a Reply Cancel reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

RUBRIK

anggaran dasar Balik Panggung Bandar Informasi Bas Bethot Belajar Keroncong Belakang Panggung Berita Cak Cuk Daerah Dendang Denting Dawai dokumen resmi Event Festival Film Flute Grup hamkri imlek2019 iramajakarta Kampus keroncong konser Konser Musik Langgam Lomba Luar negeri Obiturari Orkes Keroncong orkeskeroncong pemerintah Pentas Sampul Sampul Surat Sapu Lidi sekolah Solo Stambul Nusantara sunda Tjroeng 3x Tokoh Tradisi Yang Mengalir Sampai Jauh

EDISI

  • Biografi (3)
  • Edisi 01 (8)
  • Edisi 02 (8)
  • Edisi 03 (8)
  • Edisi 04 (12)
  • Edisi 05 (15)
  • Edisi 06 (11)
  • Edisi 07 (10)
  • Edisi 08 (11)
  • Edisi 09 (16)
  • Edisi 10 (13)
  • Edisi 11 (13)
  • Edisi 12 (7)
  • Edisi 13 (12)
  • Edisi 14 (12)
  • Edisi 15 (13)
  • Edisi 16 (9)
  • Edisi 17 (9)
  • Edisi 18 (4)
  • Edisi 19 (4)
  • Event (13)
  • Kliping (16)
  • Publikasi (1)

KOMENTAR ANDA

  • risang on Rochani Adi : Ruang Dalam Keroncong
  • klinik adiba on Gurah, Bengkel Penyanyi Menjernihkan Suaranya
  • andun wijaya on Tuti Maryati
  • Chandrads on Tips Latihan Flute Untuk Sehari-hari
  • Agen Sabung Ayam on ZAMAN PRA KERONCONG / MORESCO MUSIC
  • Kupiya on Kerontjong menyampaikan pesan dengan keindahan bahasa
  • Bayu on SRI WIDADI MENGALIR BERSAMA KERONCONG

Lembaga Seni

  • Bentara Budaya
  • Eramushuis
  • Gedung Kesenian Jakarta
  • Goethe
  • Taman Ismail Marzuki

Sponsor

  • Bogor Lab – Testing Laboratory
  • EOS Consultants



TJROENG @ TWITTER

  • Loading tweets ...
  • Follow @tjroeng on twitter.

Meta

  • Log in
  • Entries RSS
  • Comments RSS
  • WordPress.org

Recent Posts

  • Tionghoa Di Keroncong Jakarta
  • MEMINTAL BENANG MERAH KERONCONG
  • Tanpa Keroncong Tak Ada Tetty Supangat
  • KEPAK KERONCONG MATARAM
  • MELATI DI TAPAL BATAS – PERJUANGAN WANITA TAK BERBATAS
  • Alunan Walang Kekek dari Sang Maestero Keroncong untuk UNS
  • Lomba Musik Keroncong Digelar untuk Ajak Generasi Muda Tidak Melupakan
  • Gebyar Musik Keroncong Gaya Muda Bakal Tampil di UPI
  • Delirama, Grup Keroncong yang Bertahan
  • ALAT MUSIK BAMBU INOVASI ARTISTIK BERBASIS KEKAYAAN NUSANTARA

Tag Cloud

    anggaran dasar Balik Panggung Bandar Informasi Bas Bethot Belajar Keroncong Belakang Panggung Berita Cak Cuk Daerah Dendang Denting Dawai dokumen resmi Event Festival Film Flute Grup hamkri imlek2019 iramajakarta Kampus keroncong konser Konser Musik Langgam Lomba Luar negeri Obiturari Orkes Keroncong orkeskeroncong pemerintah Pentas Sampul Sampul Surat Sapu Lidi sekolah Solo Stambul Nusantara sunda Tjroeng 3x Tokoh Tradisi Yang Mengalir Sampai Jauh

Pages

  • Gallery
  • Informasi
  • Pernak-Pernik Keroncong
  • Redaksi

Search

© 2013 Wordpress Theme created by PWT. Powered by WordPress.org