Keroncong: Dari Akulturasi Hingga Nasionalisme demi Kejayaan Bangsa dan Negara

Sebenarnya orang Malaysia mengakui bahwa kroncong berasal dari Indonesia. Orang-orang Jawa yang mencari pekerjaan ke Malaysia memwbawa budaya Indonesia seperti : Reog, Ketoprak, Gambang termasuk Kroncong. Hingga mengapa pernyataan controversial bahwa kroncong berasal dari Malaysia membuat sebagian masyarakat Indonesia dan Permerintah RI kebakaran jenggot. Bangsa kita sering menyikapi permasalah setelah timbul “kekisruhan”.

Pernyataan mereka memang perlu kita sikapi karena bagaimanapun juga kroncong adalah sarana paling ampuh dalam menemani perjalanan perjuangananak bangsa negeri ini segingga melahirkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Orang Malasia meniru musik kroncong dengan selera Malaysia. Bahkan di Negara Jerman dan negeri Belanda juga ada kroncong tetapi sesuai dengan selera mereka. Kalaupun di Belanda terdapat kroncong itu karena generasi dari tugu yang berimigrasi membawa musik kroncong dan dikembangkan disana sebagai suatu nostalgia akan kenangan masa lalu akan tempat kelahiran mereka : kampong tugu (sebelah tenggara Tanjung Priok. Tugu berasal dari kata portuguesa).

Portugis saat membawa musik (fado) ke Jakarta membawabudak-budak dari Afrika, India dan Malaka. Ketika Malaka ditahklukka Portugis, Raja Malaka melarikan diri. Meski dibantu Pati Unus, Raja Palembang, dan Raja Aceh tetapi kalah. Aceh saat itu membawa meriam made in Turki tapi kualitasnya rendah dan pecah saat ditembakkan, sehingga sulit mengalahkan Portugis.

Portugis lalu mampir ke Maluku dan Tidore disambut Sultan Tidore dengan perlawanan. Terjadi pembantaian dan Sultan Tidore terbunuh. Portugis lalu membuat benteng-benteng pertahanan lalu ke Ambon karena disana banyak terdapat pala yang bagus kualitasnya.

Lalu menyusuri Sunda Kecil, Makasar, Goa (Maksar). Dari sana lalu ke banten dan ternyata di Jawa pergolakan telah reda. Sultan Banten mengizinkan kedatangan Portugis tetapi boleh merapat di Jakarta. Di Banten kala itu banyak terdapat pelarian-pelarian dari Malaka, juga para pedagang. Agar tak terjadi pergolakan, laluditempatkanlah mereka di Tugu, yang kala itu sepi tidak ada manusia, berawa, banyak nyamuk malaria yang ganas, sedangkan masyarakat Jakarta lainnya di pasar ikan dan Kemayoran.

Ketika Portugis membuat perkampungan (Tugu), mereka bermain musik di sela-sela kehidupan mereka seharri-hari usai bertani, berkebun, berburu dan menangkap ikan. Mereka berkumpul bersama-sama untuk mengusir kesepian. Di Portugis permainan gitar tersebut disebut Fado, sedangkan di Tugu disebut dengan Musica de Tugu. Orang Tugu bermain musik sambil berpantin-pantin dalam keriangan, dibawah sinar rembulan malam. Sambol berbiduk-biduk dengan perahi di kali Tugu/Cakung kala itu. Sehingga mengapa Gedung Gereja Tugu kini masih kokoh berdiri arahnya menghadap kali/sungai, karena di kali itu merupakan sarana transportasi mereka ketika menuju kota atau Marunda, Cilincing. Kali/sungai sangat memegang peranan penting sebagai sarana transportasi mereka ketika menuju Kota atau Marunda, Cilinginc. Air kali/sungai kala itu dipakai juga untuk kebutuhan cuci, mandi dan berbagai keperluan sehari-hari.

Saat keturunan portugis itu ada di Kampung Tugu, belum terjadi komposisi kroncong seperti yang terlihat sekarang ini. Fado dimainkan dan ada beberapa juga yang bukan jenis Fado. Salah satu lagu yang mirip Fado adalah lagu suling bambu.

Melihat syair dan jenis melodi lagu suling Bambu tersebut penulis/komponis lagu itu (era 50an) etrpengaruh oleh melodi fado. Ada kemiripan lagu suling bamboo itu dengan lagu dalam musik Fado. Namun tentu saja telah mengalami perkembangan. Sayangnya sukar dilacak karena zaman tersebut belum ada rekaman. Di Eropa walau kini telah ada rekaman dalam bentuk tulisan, namun di portugis saat imu masih belum maju. Apakah Fado itu? Fado adalah lagu rakyat Portugis. Yang diciptakan rakyat Portugis saat dibawah kekuasaan Islam. Turki memanfaatkan orang Albania dan Mohr (Sebelah barat Aljazair) yang kini jadi Vandal. Tatkala Vandal tidak suka direbut kekuasaannyua, mereka meminta Aljazair maka jadilah Mauratania. Vandal bersikap membabi buta dalam sikap dan ucapan yang berupa sinisme. Sama halnya ketika Belanda mengatakan Indonesia primitive dan pemberontak.

Banyak orang-orang yang ditahan diselatan Portugal lalu mereka disuruh membangun Masjid-Masjid. Portugal dijadikan budak. Fado menggambarkan ungkapan dalam penderitaan dan kesengsaraan. Cinta adalah kesedihan dengan keluarga. Warna Fado melankolis, mendayu-dayu (beda dengan Spanyol yang mendapat pengaruh bangsa Arab/Suku Barbar yang membawa budaya ke Spanyol dan lahirlah Flamenco tetapi dengan warna keriangan). Kroncong juga alami perubahan mula-mula dua gitar biasa dan mandolin. Di Akhir dan awal abad 19 dan 20 jadilah ukulele yang lebih popular berasal dari Hawai. Orang di Jakarta sendiri tidak tahu musik itu.

Kebiasaan orang Indonesia apa yang didengar dan apa yang dilihat itulah yang disebut korng krong. Di satu sisi, kelompok yang lain mengatakan crong crong. Setelah melewati perjalanan dari tahun ke tahun terpadilan menjadi kroncong yang popular hingga kini. Namun nama itu tidak segera diikuti, hanya didengar, proses perkenalan terjadi dan terjalinlah komunikasi Kroncong Portugis hingga abad 19. Di akhir abad 19 karena Belanda memerlukan musik dalam permainan tonil/sandiwara maka dipakailah musik kroncong. Awalnya dengan nama Kroncong Betawi lalu Kroncong Jakarta.

Di Jakarta saat itu membutuhkan musik yang netral yang dapat diterima suku bangsa yang menetap di Jakarta saat itu. Permasalahannya adalah semua suku bangsa memiliki musik masing-masing. Tetapi orang Ambon misalnya, tidak mungkin menerima musik Jawa. Demikian pula orang Aceh tidak mungkin menerima musik Jawa dan sebaliknya. Maka satu-satunya yang dapat diterima saat itu yang mewakili semua suku bangsa yang ada di Jakarta adalah kroncong (Bersambung …)

Please follow and like us:

One thought on “Keroncong: Dari Akulturasi Hingga Nasionalisme demi Kejayaan Bangsa dan Negara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial