Andjar Any, Antara Keluarga Dan Musik

Any Anjar
Any Anjar

Diciptakan pada Bulan Mei 1964, Yen Ing Tawang Ono Lintang adalah lagu yang melejitkan nama Andjar Any, walaupun lagu tersebut bukan lagu ciptaannya yang pertama.

Ketika lagu ini direkam di Lokananta, honor Andjar Any 16 ribu rupiah. Rupanya wesel tersebut tidak cepat-cepat diuangkan, malah dipamerkan kepada teman-temannya. ”Lho lihat, laguku di rekam di Lokananta,” katanya. Sampai akhirnya uang yang berjumlah 16 ribu rupiah itu turun nilainya hingga 16 rupiah saja. ”Makanya jangan suka pamer,” kata Andjar Any belakangan.

Pelantun Yen Ing Tawang Ono Lintang yang pertama kali bukanlah Waldjinah, melainkan Ibu Sarbini—kakak Waldjinah yang juga penyanyi. Pada saat itu lagu tersebut dinilai telah “melanggar aturan” jenis lagu langgam. Langgam dengan cengkok yang demikian khas tiba-tiba terusik dengan langgam gaya baru versi Yen Ing Tawang Ono Lintang. Lagu ini pun disebut-sebut sebagai “doa yang terkabul”, karena doa Andjar Any, melalui lagu ini, agar dikaruniai anak perempuan dikabulkan oleh Sang Pencipta.

Lagu lain yang merupakan karangan Andjar Any adalah Nyidham Sari. Namun arti lagu ini, khususnya pada lirik yang berbunyi “Upomo sliramu sekar melati, aku kumbang nyidham sari; upomo sliramu margi wong manis, aku kang bakal ngliwati,” sering disalahartikan orang. Banyak yang mengira bahwa lagu ini memiliki unsur porno, atau berisi tentang rayuan pria kepada wanita. Nyatanya lagu ini dibuat Andjar Any sebagai bentuk tanda tanya pada dirinya sendiri, Apa benar jalan hidupku dan karirku adalah menjadi pengarang lagu dan komponis ?”

Andjar Any memang piawai bermain dengan kata-kata dan menyembunyikan maksud sesungguhnya dari syair suatu lagu, sehingga orang seringkali terkecoh dan salah mengartikan (baca pula artikel “Dedikasi Andjar Any”). Dalam sebuah VCD Jaya Suprana mengatakan bahwa dari segi notasi musik dan syair-syairnya, karya-karya Andjar Any mampu melampaui komponis kenamaan dunia seperti Mozart dan Bach. Bahkan kemampuan Andjar Any dalam bermusik tidak didapatnya dari pendidikan musik samasekali. Semuanya adalah bakat dari Tuhan yang diasah secara otodidak. Selain itu Andjar Any adalah tipe pengarang lagu “pengejar” ilham, bukan penunggu ilham. Setiap lagu ciptaannya pun selalu diilhami pada hal-hal yang nyata.

Andjar Any mendidik anak-anaknya dengan gaya moderat, walaupun turut dipengaruhi dengan nilai-nilai Jawa yang kental. Falsafah Jawa yang sering beliau ucapkan pada anak-anaknya adalah, Dikuwat ing tekad, dirosa ing sedya, dipengkuh ing penggayuh, diantep ing pengarep.” juga kalimat berikut, ”Wong kuwi kudu tansah njaga rasa pangrasane wong liyo…., kudu karyenak tyasing sesomo……”. Kegigihannya untuk membiayai sekolah anak-anaknya sangat tinggi. Terbukti dengan pendidikan kelima anaknya terbilang tinggi. Anak pertama mencapai S3, anak yang kedua adalah dokter dengan S2, dan ketiga anak lainnya S1.

Babe—sebutan putra-putrinya kepada beliau—termasuk salah seorang seniman yang tidak menganut gaya hidup hedonistik. Kehidupan perkawinannya dengan Ibu Any tidak pernah diterpa kabar buruk. Anak-anaknya bahkan sering iri dengan kemesraan mereka. Sampai setua ini pun mereka selalu bepergian kemana-mana berdua. Kalau pisah sebentar saja, mereka pasti bingung sendiri. Salah satu wasiat mereka adalah: “pokok e suk kuburane sak luweng,” yang berarti jika mereka meninggal, maka kuburannya harus satu lubang.

Selain pencipta lagu dan komponis Andjar Any juga seorang wartawan. Beliau juga menulis novel, cerito cerkak Jawa, puisi, geguritan, dan sebagainya. Beberapa karyanya adalah buku Bung Karno Siapa yang Punya?, Siapa Penggali Pancasila?, Menyingkap Tabir Rahasia Sukarno, Menyingkap Tabir Ramalan Jayabaya, Sabda Palon Nayagenggong, Menyingkap Tabir Rahasia Ramalan Ronggowarsito, dan lain-lain. Bahkan salah seorang budayawan Jawa Timur, alm DR. Suripan Sadi Hutomo, menggunakan salah satu buku Andjar Any sebagai bahan acuan pembuatan disertasi doktoralnya.

Andjar Any piawai dalam hal petang, yakni menentukan hari baik dan hari buruk menurut hitungan penanggalan Jawa. Selain itu beliau juga biasa menjadi pangarsa atau ketua panitia dalam pernikahan pengantin gaya Jawa. Kadang-kadang sambil bercanda Andjar Any sering berkata pada anaknya bahwa jangan-jangan beliau adalah titisan Ronggowarsito, karena tanggal dan bulan lahir, hari dan weton serta wukunya itu pas sekali dengan Ronggowarsito.

Beliau memang memiliki kehidupan yang komplit, baik sebagai pengabdi seni maupun sebagai pemimpin keluarga. Dua kehidupan tersebut dapat dijalani dengan sangat baik. Diawali dengan kehidupan yang hanya “tidur beralaskan karung dengan rumah berdinding anyaman bambu”, hingga kini dengan kehidupan yang sangat berkecukupan. Tinggal satu obsesinya yang belum selesai sempurna, yaitu mendirikan museum keroncong di Solo. LN.

Berdasarkan surat Surat dr. Nursakti AA MM. MBA. (Putra kedua Bapak Andjar Any) kepada Tjroeng.

Please follow and like us:

One thought on “Andjar Any, Antara Keluarga Dan Musik

  • December 8, 2014 at 11:34 am
    Permalink

    saya merindukan karya-karya seperti yang dipunyai alm Bpk Anjar Any…semoga generasi penerus akan segera bermunculan agar keroncong tetap lestari di bumi pertiwi Indonesia tercinta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial